>>
Anda sedang membaca ...
Catatan Dahlan Iskan, CEO Notes, PLN

Hidup Bahagia Jakob Oetama

Manis Pembawaannya, tapi Keras Hatinya

Kalau hidup dimulai dari umur 40 tahun (life begins at fourty), Pak Jakob Utama, pemilik grup Kompas-Gramedia itu, baru mulai hidup lagi untuk yang kedua kalinya pada 27 September minggu lalu.

Jarang ada berita wartawan merayakan ulang tahun ke-80 seperti Pak Jakob Oetama. Yang sering adalah berita wartawan mati muda: sakit lever karena bekerja tidak teratur, terkena kanker karena tiap malam stres terkena deadline, terbunuh di medan pergolakan atau terlibat kecelakaan lalu lintas.

Rasanya kini tinggal tiga wartawan yang berusia di atas 80 tahun: Jakob Oetama dan Herawati Diah. Memang, ada tokoh seperti Harjoko Trisnadi yang juga lebih dari 80 tahun dan sangat sehat. Tapi, dia lebih dikenal sebagai pengusaha pers daripada wartawan, meski awalnya juga wartawan.

Yang lumayan banyak adalah calon wartawan berumur 80 tahun: Fikri Jufri (75, Tempo), Rahman Arge Makassar (76), Lukman Setiawan (76, Tempo), Ja”far Assegaf (78, Media Indonesia), dan beberapa lagi.

Ini berarti rekor usia wartawan terpanjang kini dipegang Ibu Herawati Diah. Beliau lahir pada 3 April 1917, yang berarti tahun ini berusia 94 tahun. Pak Rosihan Anwar sebenarnya juga hampir mencapai 90 tahun. Tapi, tak disangka-sangka dia meninggal mendadak pada usia 89 tahun, 14 April lalu.

Mungkin karena beda generasi, saya tidak akrab dengan dua tokoh pers yang dikaruniai usia yang begitu panjang. Saya mengenal Ibu Herawati Diah karena sempat berhubungan bisnis sekitar lima tahun, tapi terbatas hanya bicara perusahaan. Yakni, ketika suaminya, B.M. Diah, pemilik harian Merdeka yang juga mantan Menteri Penerangan, menyerahkan pengelolaan harian Merdeka yang lagi pingsan kepada saya pada 1994.

Setelah B.M. Diah meninggal dan saham Merdeka beralih ke putranya, kerja sama itu berakhir. Sebagian besar pengelolanya, di bawah pimpinan Margiono, kemudian mendirikan Rakyat Merdeka. Margiono, yang masih memimpin Rakyat Merdeka sampai sekarang menjadi ketua umum PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pusat.

Lima tahun sering rapat bersama, saya bisa menarik kesimpulan mengapa Ibu Herawati Diah bisa berusia begitu panjang. Hatinya sangat baik, berpikirnya longgar, bicaranya sangat terkontrol, dan pembawaannya sangat tenang. Disiplinnya sangat tinggi, termasuk dalam hal makanan. Karena itu, Ibu Herawati terjaga langsing sampai sekarang. Ibu Herawati bisa mewakili sosok wanita intelektual yang bergaya elegan. Beliau tercatat sebagai wanita pertama Indonesia yang sekolah di luar negeri (Amerika Serikat).

Mengapa saya juga tidak akrab dengan Pak Jakob Oetama? Di samping beda generasi, kami berbeda tempat tinggal. Pak Jakob di Jakarta, sedang saya berbasis di Surabaya. Tapi, penyebab utamanya adalah karena kami berdua termasuk orang yang sangat fokus ke perusahaan masing-masing. Kami berdua sama-sama lebih mementingkan sibuk memajukan perusahaan masing-masing daripada misalnya menghadiri pesta-pesta, atau bergentayangan di kafe atau rapat-rapat organisasi. Begitu sulit kami menemukan kesempatan berinteraksi.

Beliau memang sangat lama menjadi ketua umum SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar, kini bernama Serikat Perusahaan Pers), namun tidak pernah habis-habisan mempertaruhkan waktunya di situ. Beliau termasuk tokoh yang tidak mau menjadikan organisasi pers sebagai batu loncatan untuk berkarir di politik.

Karena itu, beliau enak saja ketika akhirnya meminta saya agar mau dipilih sebagai ketua umum SPS untuk menggantikannya. Sikap saya juga mirip itu. Saya tidak akan mau dicalonkan sepanjang beliau masih mau menjadi ketua umumnya. Bahkan, ketika suatu saat saya dicalonkan menjadi ketua PWI Jatim, saya mengajukan syarat: asal PWI jangan terlalu aktif.

Itu saya maksudkan agar tugas wartawan yang utama tidak terganggu oleh gegap gempita organisasi. Saya tidak ingin PWI-nya maju, tapi mutu koran merosot. Saya juga tidak malu kalau kantor PWI menjadi sepi. Sebab, itu berarti mereka sibuk menggali berita.

Pak Jakob adalah contoh dari sedikit orang yang bisa fokus. Sejak pikiran sampai tindakan. Godaan-godaan di luar pers tidak pernah meruntuhkan kefokusannya mengurus media. Padahal, sebagai pemimpin dan pemilik grup media nasional yang terbesar dan paling berpengaruh, pastilah begitu banyak rayuan dan iming-iming.

Beliau tidak tergoda sama sekali. Beliau terus saja konsentrasi mengurus Kompas dan grupnya. Karena itu, kalau pada akhirnya kita menyaksikan Kompas-Gramedia begitu sukses, kita tidak boleh melupakan bahwa itulah hasil nyata dari karya orang yang sangat fokus.

Generasi yang lebih muda (meski sekarang saya sudah tergolong generasi tua) memberikan dua penilaian kepada Jakob Oetama. Beliau dikecam sebagai wartawan penakut. Bukan sosok wartawan pejuang yang gagah berani menantang maut, seperti Mochtar Lubis (Indonesia Raya), atau Rosihan Anwar (Pedoman), atau Tasrif (Abadi), Aristides Katoppo (Sinar Harapan), Nono Anwar Makarim (Kami), Goenawan Mohamad (Tempo), dan beberapa lagi.

Di pihak lain dia dipuji sebagai wartawan yang santun, mengurus anak buah (termasuk kesejahteraan wartawan) dengan baik, dan sosok yang sangat menonjol tepo seliro-nya. Beliau juga tokoh yang kalau berbicara di depan umum lebih mengedepankan filsafat daripada masalah-masalah yang praktis. Misalnya, filsafat kritik. Sampai-sampai di era Orba itu muncul berjenis-jenis filsafat kritik. Ada kritik pedas macam Mochtar Lubis, kritik manis model Jakob Oetama, atau kritik jenaka model Goenawan Mohamad.

Kepribadian yang manis seperti itulah yang membuat pemerintah Orde Baru sangat percaya kepada Jakob Oetama. Sebuah kepercayaan yang ternyata juga tidak mutlak dan tulus. Pada suatu saat Kompas ikut dibredel juga, meski kemudian diizinkan terbit kembali. Tentu salah Orba juga mengapa memercayai Jakob Oetama. Padahal, di balik kehalusan dan kemanisannya itu tetaplah dia seorang wartawan yang asli. Manis hanyalah pembawaannya. Sikap batinnya tetaplah keras.

Kepercayaan yang begitu tinggi dari pemerintahan Orde Baru itu bukan tidak ada ruginya bagi Kompas. Setidaknya menurut saya. Akibat kepercayaan itu regenerasi di pucuk pimpinan Kompas menjadi terhambat. Umur 37 tahun saya sudah berhenti menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos. Ini agar berganti kepada generasi yang lebih muda. Umur 39 tahun saya sudah berhenti menjadi pemimpin umum Jawa Pos. Pak Jakob Oetama terus menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum sampai usia hampir 70 tahun.

Saya tahu itu bukan kehendak beliau sendiri. Siapa pun tahu bahwa untuk mengganti pemimpin redaksi, saat itu, harus minta izin menteri penerangan. Pemerintah merasa lebih tenang kalau Kompas dipimpin Jakob Oetama daripada misalnya tokoh muda yang mungkin lebih radikal.

Bagi saya pribadi Jakob Oetama adalah “lawan” yang harus saya hormati, tapi juga harus saya kalahkan. Saya menempatkan diri sebagai “penantangnya”. Baik dalam bidang jurnalistik maupun dalam bidang bisnis pers. Sebagai penantang saya merasakan bukan main susahnya hidup di luar dominasi Kompas. Kompas sudah menjadi koran dan koran sudah menjadi Kompas. Semua minta agar koran itu harus seperti Kompas. Bahkan, kalau ada wartawan baru keinginannya menulis ternyata juga harus seperti gaya Kompas.

Tentu saya tidak suka semua itu. Kalau hanya mengikuti Kompas, selamanya hanya akan menjadi ekornya. Tidak akan bisa menjajarinya. Karena itu, saya mengambil jalan yang sangat berbeda. Bukan dari ibu kota menguasai nusantara, tapi dari nusantara menguasai Indonesia. Di bidang jurnalistik juga harus berbeda. Jawa Pos memilih jurnalistik bertutur. Untuk wartawan baru saya langsung mencekokkan doktrin “jangan ketularan penyakit Kompas”.

Kata “penyakit” di situ terpaksa saya pakai bukan karena gaya Kompas itu jelek, tapi hanya karena harus dihindari. Agar wartawan Jawa Pos benar-benar punya gaya yang berbeda. Maafkan saya pernah menggunakan kata penyakit itu, Pak Jakob. Tentu saya tidak akan tersinggung kalau ada pihak lain menggunakan istilah yang sama: penyakit Jawa Pos.

Memang di kalangan pers sempat muncul istilah “perang total” Kompas-Jawa Pos. Tapi, itu hanya di permulaan. Pada akhirnya semua orang tahu bahwa Kompas dan Jawa Pos bergerak di medan yang berbeda. Kompas dengan majalah-majalahnya yang luar biasa, dengan toko bukunya yang the best dan biggest, dengan hotel-hotelnya yang meluas dan dengan bidang usaha yang meraksasa ternyata punya pasarnya sendiri.

Demikian juga Jawa Pos dengan koran-koran daerahnya, pabrik kertasnya, dan jaringan TV lokalnya juga punya dunianya sendiri. Keduanya masih terus membesar tanpa ada salah satu yang kalah. Inilah dinamisnya persaingan yang sehat. “Pertempuran” itu telah berakhir.

Bukan hanya karena masing-masing sudah menempati makom-nya, tapi juga karena masing-masing sudah tua. Pak Jakob sudah 80 tahun. Sudah memilih dan memiliki CEO baru yang sangat andal, Agung Adiprasetyo. Saya sudah 60 tahun dan Jawa Pos juga sudah dipimpin Azrul Ananda yang berumur 34 tahun. Pak Jakob mungkin sudah tinggal menjadi pendetanya di Kompas dan bahkan saya sudah bukan siapa-siapa lagi di Jawa Pos, kecuali hanya pemegang sahamnya.

Hasil pertempuran itu sudah final: saya tidak mampu mengalahkan Pak Jakob Oetama. Kompas Group masih jauh lebih gede daripada Jawa Pos Group meski koran Jawa Pos sudah tidak kalah besar dari koran Kompas.

Yang lebih penting: saya melihat Pak Jakob sangat berbahagia dalam hidupnya. Dia mengerjakan bidang yang sangat disenanginya. Dia berhasil menjadi kaya raya. Dia diberi rahmat sangat panjang usianya. Belum tentu saya bisa sebahagia Pak Jakob Oetama. Belum tentu saya bisa membahagiakan orang lain sebesar dan sebanyak yang dilakukan Pak Jakob Oetama. Belum tentu juga saya bisa mencapai usia 80 tahun seperti Pak Jakob Oetama.(*)

Diskusi

68 respons untuk ‘Hidup Bahagia Jakob Oetama

  1. Kemenangan dalam perang tidak hanya diukur dari hasil pertempuran, tapi dari kebesaran jiwa pemainnya.
    Bagi saya, Pemenang adalah orang yang berani mengakui kekalahannya…begitu besar jiwa pak dahlan iskan.
    Yang setuju, harap unjuk jari … !

    Posted by muhammadrezki | 6 Oktober 2011, 7:59 am
  2. Saya Paaakk…!!!

    Posted by harisvaganza | 7 Oktober 2011, 12:24 am
  3. Sukses selalu untuk pak Dahlan Iskan. Semoga bisa memberikan pencerahan kepada banyak orang yg ingin bersaing dengan cara elegan tanpa ada rasa iri, bermartabat dan ingin sukses bersama-sama.

    Posted by muslih | 7 Oktober 2011, 10:16 am
  4. persaingan secara sehat akan menjadi motifasi untuk sang pelaku,

    Posted by Bauy | 7 Oktober 2011, 11:50 pm
  5. mantap pak DIS…seandainya semua pemimpin di Indonesia ini mampu berjiwa besar sebesar jiwa yg bapak miliki, saya yakinnegeri yg baldathun thoyibatun wa rabbun gofuur bukan lg hanya sebuah angan dan cita kita bersma..

    Posted by ryan kharisma | 8 Oktober 2011, 7:32 pm
  6. Sebagai generasi mudah terinspirasi kompetisi yag fair tsb diatas…mantap..INDONESIA BANGKIT ..!!!

    Posted by Ifan Lim | 10 Oktober 2011, 9:11 pm
  7. Two thumbs up, Pak DIS

    Posted by Daniel | 14 Oktober 2011, 2:32 pm
  8. Salut dg Pak Dahlan Iskan yang menjadikan contoh persaingan dan kesukesan yang diraih Grup Jawa Pos dan Grup Kompas menginspirasi budaya kompetisi bisnis yang sehat di tanah air. Kudos Pak!!

    Posted by elly yuana | 15 Oktober 2011, 7:11 am
  9. wah saya ketinggalan baca ini. Pak Dahlan dibalik kehebatan anda, ternyata anda adalah orang yang merendah. apa yang sudah dicapai oleh Jawa Pos memang tak bisa dibandingkan dengan pencapaian Kompas Grup. tapi anda berhasil meletakkan dasar Jawa Pos setara dengan Kompas, meski berbeda lahan.

    selamat atas penunjukan anda sebagai Menneg BUMN. semoga tes kesehatan tidak mengalahkan peluang anda.

    Posted by syaifuddin sayuti | 17 Oktober 2011, 10:12 pm
  10. Selamat atas diangkatnya sebagai Meneteri BUMN, Bapak Dahlan Iskan adalah salah satu dari dua orang yang sangat saya banggakan di negeri ini.

    Posted by Hari W | 18 Oktober 2011, 11:53 pm
  11. Pasti yg satunya ibu SriMulyaniIndrawati managing director world bank. 🙂
    Pasangan yg bgs untuk indonesia lebih baik.
    SMI-DI

    Posted by Didik prasetya | 19 Oktober 2011, 1:22 am
  12. setuju sekali pasanag SMI-DI untuk Indonesia yang lebih baik.

    Posted by agusrizal | 19 Oktober 2011, 8:53 am
  13. luar biasa pak dahlan iskan.patut ditiru kebesaran jiwamu untuk generasi muda

    Posted by a | 19 Oktober 2011, 8:55 am
  14. Salut pak…Jawa Pos Group sdh tumbuh mjg perusahaan yg besar…ini takluput dari kerja keras bapak.

    Kompas Gramedia group dan Jawa Pos Group adalah 2 perusahaan besar yg mempunyai pimpinan luar biasa…

    Saling respek thd kompetitor…itulah jiwa besar yg harus diteladani….

    Posted by gusmust | 19 Oktober 2011, 11:46 am
  15. Luar biasa, sebuah pencerahan yang menyehatkan.
    Selamat berjuang, Pak Menteri BUMN.
    Negara ini butuh anda…. Banget !!!

    Posted by Irvan Mulyadie | 19 Oktober 2011, 11:55 am
  16. Mari bersaing untuk kebaikan ummat, bukan saling mengalahkan tapi menang bersama dalam kesuksesan mengemban tugas. Sekarang tergantung dari presiden berani tidak mengganti menteri yang tidak bisa lari. Kalo masih penakut jangan harap Indonesia maju dalam tenggat 3 tahun kedepan. Bravo pak DI

    Posted by marzuki | 19 Oktober 2011, 3:09 pm
  17. saya baca ini terpingkal-pingkal..

    sesungguhnya dengan tulisan ini, semakin menguatkan bahwa Pak Dahlan adalah ksatria sejati..

    mju terus dunia pers Indonesia..

    Posted by Heri Hidayat | 19 Oktober 2011, 5:14 pm
  18. Saya makin kagum saja dengan anda pak Dahlan…

    Posted by rofiq | 19 Oktober 2011, 10:42 pm
  19. selamat untuk pak dahlan iskan, yg telah memajukan pers, sebagimana p.jakob…. para putra bangsa.

    Posted by tobos | 20 Oktober 2011, 8:14 am
  20. Great Pak Dahlan, semoga semakin bisa menjadikan Indonesia Yang lebih baik, Aamiin……

    Posted by Wahyu Budiadi | 20 Oktober 2011, 9:16 am
  21. membaca tulisan pak Dahlan iskan, pikiran saya selalu ter”refresh”, tidak hanya semakin tahu, tetapi juga belajar berpikir bijak. selamat untuk pak dahlan, untuk jabatan barunya. saya kagum pada orang yang “biasa saja” terhadap suatu jabatan. Mungkin sebenarnya bapak belum puas “berpetualang” di PLN, tapi saya pikir keputusan itu juga bukan keputusan yang buruk, bapak memang pantas berada di tempat yang sekarang.
    teruslah menjadi “sesuatu”, dimanapun bapak berada.
    good luck pak Dahlan,…

    Posted by enny | 20 Oktober 2011, 3:37 pm
  22. Pak Dahlan adalah salah satu inspirator saya melalui tulisan2nya.Ketika doa yg tulus mengalir untuk anda maka Insya Allah kekuatan untuk berbuat yg lebih baik untuk Indonesia akan sanggup Bapak laksanakan, dan doa-doa itu sekarang sedang mengalir ke diri anda pak!

    Posted by masyhudi | 20 Oktober 2011, 4:08 pm
  23. Setuju pak DIS. Intinya jadilah selalu yang terbaik dan berbuatlah sekarang juga….jangan tunggu nanti atau besok. Selama hayat masih dikandung badan, kita berikan pengabdian terbaik kita kepada semesta alam sebagai tanda syukur kita kpd Allah SWT. Sehat2 dan sukses selalu pak DIS!

    Posted by Ikhsan Putera Agoes | 20 Oktober 2011, 5:27 pm
  24. Saya sudah kenal P Dahlan sejak SD melalui tulisan2nya di koran Jawa Pos langganan Ayah sewaktu di Bali (hampir tiap hari saya baca),,rasanya kok dari dulu P Dahlan selalu membawa hawa positif melalui tulisan2nya,,saya pernah berfikir untuk mengkliping tulisan2 P Dahlan,,tapi g kesampaian entah kenapa,,dan saya selalu yakin setiap yg dilakukannya di perusahaan yg dipimpinnya membawa hasil yg positif,,semoga demikian juga dengan di kementrian BUMN,,ayo pak kita saingi singapura,,negara kecil tapi BUMN nya tumbuh di banyak negara,,banyak pula untungnya,,

    Posted by Furqon | 20 Oktober 2011, 9:58 pm
  25. negara butuh sosok2 Zuhud tidak sekedar Omdo gomong pemberantasan kemiskinan berbusa2 tapi makan siangnya dan meetingnya dihotel berbintang hidup P Dahlan Iskan semoga perjuangan di Meneg BUMN berjalan mulus membawa manfaat buat rakyat.

    Posted by awani | 24 Oktober 2011, 3:01 pm
  26. anda dan pak jakob sama hebatnya

    Posted by hans | 24 Oktober 2011, 3:28 pm
  27. Ditunggu pak gebrakannya membenahi BUMN, konon sarang korupsi adalah partai, legislatif/executive dan juga BUMN,,,welcome aboard pak,,,,smoga BUMN menjadi yang semestinya,,,turut mensejahterakan rakyat

    Posted by Ardo | 26 Oktober 2011, 10:49 am
  28. Sy suka bila tokoh nasional mempunyai blog dan menyebarluaskan pemikiran2nya.

    Posted by dildaar80 | 26 Oktober 2011, 11:10 am
  29. kisah nyata tentang kesuksesan yang dibakar oleh semangat untuk menjadi lebih baik dari “role model”nya. Inspirasi berharga untuk selalu memilih “a high standard” untuk ditaklukkan, berpikir kreatif dan menang. Terima kasih semangatnya pak 😀

    Posted by zucha | 28 Oktober 2011, 6:21 pm
  30. Sukses buat DIS dan Jakob Utama, sebuah inspirasi buat kami jurnalis muda

    Posted by Chairul Anwar | 30 Oktober 2011, 8:53 pm
  31. Sepertinya Kompas berguna sekali bagi kehidupan pak Dis, jadi untung ada kompas.

    Posted by t4070ba | 1 November 2011, 3:23 pm
  32. hati saya tergetar membaca tulisan ini, walaupun saya bukan wartawan tapi sangat mengharukan bisa membaca catatan tentang wartawan, langkah-langkahnya, subhanallah … menginspirasi, terima kasih Pak Dahlan Iskan

    Posted by raniyulianty | 1 November 2011, 4:56 pm
  33. Hanya orang-orang “besar” saja yang sanggup menempatkan “musuh/pesaing”nya dalam posisi terhormat..Bangsa ini butuh orang2 seperti Bpk. Dahlan Iskan.. saya pribadi menilai,Bapak bisa lebih berperan lebih besar drpd jabatan saat ini,Menneg BUMN. Doa saya ,bapak tetap dalam perlindungan TUHAN YME.

    Posted by Coky Siahaan | 9 November 2011, 8:37 am
  34. andaikan presiden kita pak DI,indonesia pasti……

    Posted by hadi nugroho | 21 November 2011, 9:09 pm
  35. Indonesia butuh 1000 {seribu] … mungkin lebih, orang yg seperti pak Dahlan Iskan… semoga tetap sehat dan tidak goyah! Semoga pak Dahlan bisa tetap menjaga kesehatannya dan bisa berhati-hati dengan hatinya 🙂

    Posted by Steve | 8 Desember 2011, 10:41 pm
  36. Salut buat Pak Dahlan yg mau meraskan naik KRL dari Depok,saya lihat lho..he..he..Pejabt lain mana mau seperti Bpk yg mau melayani Rakyatnya.

    Posted by judiono | 9 Desember 2011, 12:06 pm
  37. Istimewa, cara pandang seorang dahlan iskan dalam menilai sebuah peperangan.

    Posted by pakdejack | 13 Desember 2011, 2:03 pm
  38. Semoga Bp. Dahlan Iskan selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
    Kami pengguna Kereta Api Smg – Jkt (PP) sejak Januari 2004 s/d saat ini Insya Allah setiap minggu menjadi PJKA (Pergi Jum’at Kembali Akhad), pelayanan KA tidak ada peningkatan (Toilet bau walaupun eksekutif), bahkan sistem pembelian tiket tidak transparan (seharusnya diminta mencontoh tiketing Garuda Indonesia) Pengalaman sering dikatakan habis, namun namun kenyataannya banyak yang lowong.

    Posted by Budi H | 23 Desember 2011, 3:18 pm
  39. Saya baru membaca beberapa tulisan bapak dan saya bangga memiliki bapak sebagai putra bangsa

    Posted by septa | 27 Desember 2011, 6:20 pm
  40. saya bangga akan bapak

    Posted by syarief76 | 30 Desember 2011, 4:21 pm
  41. tulisan2 Pak DI memang luar biasa menginspirasi…semoga lahir generasi2 penerus seperti beliau untuk membawa kemajuan bangsa..

    Posted by rifdah anshari (@rifdatul) | 30 Desember 2011, 11:19 pm
  42. Duhh.. Speechless saya pakk… Pertempuran (persaingan) tidak harus saling membunuh dan menjegal. Inovasi (Inovator) itu yang terpenting. Akan selalu saya camkan dalam hati pak. Terima kasih untuk ilmu-nya. Keep well ya pak.

    Posted by lintanghati | 30 Desember 2011, 11:24 pm
  43. Tulisan pak DI bener bener luar biasa menginspirasi,trims pak

    Posted by bb hariadi | 31 Desember 2011, 5:48 am
  44. Salah satu yg ingin disampaikan Pak DI, ngaku kalah, tp tidak telak2 amat … Hehe. Keren lah caranya 🙂

    Posted by Aji | 2 Januari 2012, 9:05 pm
  45. kalau gak salah ingat dulu azrul pernah jd wartawan otomotif yg suka mewartakan formula 1 di JP yg waktu itu korannya msh selebar meja pingpong,dan sekarang sdh jd CEO…sepertinya lebar koran direvolusi jadi kecil spy gesit larinya segesit F1 (gitu kali yaa???)

    kalo pertempuran dgn pak jakob sdh habis,trs skg pertempurannya sama siapa??biar gak lagi bertempur semoga lajunya tetep kenceng

    Posted by manikarum | 3 Januari 2012, 11:09 pm
  46. aku senang sekali baca artikel setiap kali bapak tulis. memberikan inspirasi buat saya untuk menjadi orang yang selalu bekerja lebih baik. saya mau bertanya sama bapak dahlan iskan. waktu bapak umur 23thn. bapak saat itu sibuk dengan kegiatan apa?

    Posted by natori | 10 Januari 2012, 5:12 pm
  47. Luar biasa pak..

    Posted by hendybenk | 11 Januari 2012, 10:29 am
  48. dahlan iskan yes, sri mulyani NO…..

    Posted by hery kurniawan | 18 Januari 2012, 12:05 pm
  49. Pak Dahlan, Banyak Kia dan Ustadz, yg selalu menganjurkan mencintai Nabi Nya dengan “Khotbah dan kata2 nya”.
    Anda menganjurkan mencintai Nabi Nya dengan “Perbuatan”. Insya Allah bermanfaat dunia & akhirat.
    Nusantara membutuhkan “Kepemimpinan sejati” dari orang2 seperti anda, yg bersedia “menyatu dengan Rakyat” dan menyelami “Jiwa” nya.
    Kalau saya boleh bertaruh, SBY boleh saja “diboncengi” Partai Demokrat saat ini, tapi Andalah “Bahan bakar” dari kendaraan nya SBY untuk hadir di mata hati Rakyat nya. Insya Allah Bangsa ini akan maju bila Bapak bisa menularkan “Hope-Manufacturing” ke seluruh Pemimpin di Negeri tercinta ini. Salam,

    Posted by Rois Muslim | 11 Februari 2012, 11:34 am
  50. pertempuran yang disiratkan pak Dahlan merupakan sebuah motivasi bagi saya, untuk selalu berkompetisi agar kita bisa selalu maju dan berkualitas.
    thank’s you Mr. DI, i hope you’ll always be “istiqomah”.

    Posted by nded | 13 Februari 2012, 1:22 pm
  51. Membaca tulis bapak membuat saya menjadi tahu dan paham tentang kegiatan jawa pos dan kompas. Terima kasih atas tulisan yg mencerahkan ini pak Dahlan. You are leader.

    salam
    Omjay

    Posted by Wijaya Kusumah | 15 Februari 2012, 9:10 am
  52. Semoga keinginan P Din mengalahkan pesaing menginspirasi genrasi kita untuk selalu fighting dalam menjalani hidup ini.

    Posted by rudy | 12 Maret 2012, 10:45 pm
  53. P dahlan sosok yang luar biasa…. tulisannya menggetarkan kalbu…. membangkitkan semangat untuk berkarya , bekerja lebih keras …. semoga pilpres 2014 bapak mendapat amanah rakyat memimpin Indonesia …. menuju puncak kejayaan bangsa..

    Posted by nurkhalim | 14 Maret 2012, 11:48 am
  54. Semoga panjang umur juga untuk Pak Dahlan Iskan

    salam,
    taufan wijaya
    http://taufanwijaya.wordpress.com/

    Posted by taufanwijaya | 19 Maret 2012, 2:16 am
  55. Ternyata kesadaran itu datang selalu diakhir kompetisi, bukan berarti terlambat karena ada saat dimana kita mulai merasa harus berhitung. Satu hal yang dapat saya petik dari “penyakit kompas vs penyakit jawa pos” yang —juga lekat dalam tulisan ini— adalah semangat!!. Ya, semangat yang saya artikan attitude bukan spirit. Attitude senantiasa menyala dan tak terhambat oleh faktor usia. Karena (ATTITUDE=A=1;T=20;I=9;U=21;D=4;E=5; senantiasa bernilai sempurna)

    Posted by harry | 20 Maret 2012, 10:27 pm
  56. jakob oetama numpuk dosa doang kerjanya

    Posted by samsi suardi | 21 Maret 2012, 11:03 pm
  57. tapi saya denger untuk menghadapi persaingan dengan kompas, jawa pos memborong koran kompas di suatu daerah (saya lupa) lalu dibakar, supaya Jawa Pos tetep laku, apa itu bener Pak Dahlan, kok kesannya persaingan ga sehat. Itu bener apa cuma hoax, Pak ? kalo bener bapak tahu akan hal tsb? apa hal ini masih terjadi?

    Posted by Kim akimoto (@bangtang) | 22 Maret 2012, 2:34 am
    • Ya Elah mikir napa ?

      gak mungkinlah strategi itu dilakukan ?

      kalau mao borong korannya kompas, ya kompasnya yg bakalan untung,

      kompas terbitin & banjirin aja korannya didaerah tsbt entar semuanya dibeli sama dahlan iskan, emang lu pikir duit jatuh dari langit !!!!

      satu2nya strategi itu misalnya Indomie, membeli supermie & sarimi shg supermi & sarimi mati

      atau philip morris mengakuisisi sampoerna

      gak ada teorinya strategi Indomie pingin ngalahin mie sedap dgn cara borong mie sedap di pasar

      MIKIR DOOONGG

      Posted by LOGITECH | 23 Juli 2012, 8:32 pm
  58. Republika, g disebut yak, hehe..

    Posted by Arief Rakhman | 8 Mei 2012, 9:07 am
  59. Pak Dahlan berhati besar

    Posted by LOGITECH | 23 Juli 2012, 8:28 pm
  60. Dengan panjangnya umur, semoga juga diberi keberkahan tidak hanya panjang saja tapi umurnya tidak berkah

    Posted by sedot wc | 8 Mei 2014, 11:48 am
  61. Penyakit ini juga bisa saja terjadi pada kaum pria ataupun wanita.

    Posted by NURHAYATI | 11 Februari 2015, 1:58 am

Trackbacks/Pingbacks

  1. Ping-balik: Shifting Paradigm of Kompas Gramedia? | PinterPolitik.com - 25 Januari 2018

  2. Ping-balik: Arsip - 2 Februari 2020

Tinggalkan Balasan ke syarief76 Batalkan balasan