Manis Pembawaannya, tapi Keras Hatinya
Kalau hidup dimulai dari umur 40 tahun (life begins at fourty), Pak Jakob Utama, pemilik grup Kompas-Gramedia itu, baru mulai hidup lagi untuk yang kedua kalinya pada 27 September minggu lalu.
Jarang ada berita wartawan merayakan ulang tahun ke-80 seperti Pak Jakob Oetama. Yang sering adalah berita wartawan mati muda: sakit lever karena bekerja tidak teratur, terkena kanker karena tiap malam stres terkena deadline, terbunuh di medan pergolakan atau terlibat kecelakaan lalu lintas.
Rasanya kini tinggal tiga wartawan yang berusia di atas 80 tahun: Jakob Oetama dan Herawati Diah. Memang, ada tokoh seperti Harjoko Trisnadi yang juga lebih dari 80 tahun dan sangat sehat. Tapi, dia lebih dikenal sebagai pengusaha pers daripada wartawan, meski awalnya juga wartawan.
Yang lumayan banyak adalah calon wartawan berumur 80 tahun: Fikri Jufri (75, Tempo), Rahman Arge Makassar (76), Lukman Setiawan (76, Tempo), Ja”far Assegaf (78, Media Indonesia), dan beberapa lagi.
Ini berarti rekor usia wartawan terpanjang kini dipegang Ibu Herawati Diah. Beliau lahir pada 3 April 1917, yang berarti tahun ini berusia 94 tahun. Pak Rosihan Anwar sebenarnya juga hampir mencapai 90 tahun. Tapi, tak disangka-sangka dia meninggal mendadak pada usia 89 tahun, 14 April lalu.
Mungkin karena beda generasi, saya tidak akrab dengan dua tokoh pers yang dikaruniai usia yang begitu panjang. Saya mengenal Ibu Herawati Diah karena sempat berhubungan bisnis sekitar lima tahun, tapi terbatas hanya bicara perusahaan. Yakni, ketika suaminya, B.M. Diah, pemilik harian Merdeka yang juga mantan Menteri Penerangan, menyerahkan pengelolaan harian Merdeka yang lagi pingsan kepada saya pada 1994.
Setelah B.M. Diah meninggal dan saham Merdeka beralih ke putranya, kerja sama itu berakhir. Sebagian besar pengelolanya, di bawah pimpinan Margiono, kemudian mendirikan Rakyat Merdeka. Margiono, yang masih memimpin Rakyat Merdeka sampai sekarang menjadi ketua umum PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pusat.
Lima tahun sering rapat bersama, saya bisa menarik kesimpulan mengapa Ibu Herawati Diah bisa berusia begitu panjang. Hatinya sangat baik, berpikirnya longgar, bicaranya sangat terkontrol, dan pembawaannya sangat tenang. Disiplinnya sangat tinggi, termasuk dalam hal makanan. Karena itu, Ibu Herawati terjaga langsing sampai sekarang. Ibu Herawati bisa mewakili sosok wanita intelektual yang bergaya elegan. Beliau tercatat sebagai wanita pertama Indonesia yang sekolah di luar negeri (Amerika Serikat).
Mengapa saya juga tidak akrab dengan Pak Jakob Oetama? Di samping beda generasi, kami berbeda tempat tinggal. Pak Jakob di Jakarta, sedang saya berbasis di Surabaya. Tapi, penyebab utamanya adalah karena kami berdua termasuk orang yang sangat fokus ke perusahaan masing-masing. Kami berdua sama-sama lebih mementingkan sibuk memajukan perusahaan masing-masing daripada misalnya menghadiri pesta-pesta, atau bergentayangan di kafe atau rapat-rapat organisasi. Begitu sulit kami menemukan kesempatan berinteraksi.
Beliau memang sangat lama menjadi ketua umum SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar, kini bernama Serikat Perusahaan Pers), namun tidak pernah habis-habisan mempertaruhkan waktunya di situ. Beliau termasuk tokoh yang tidak mau menjadikan organisasi pers sebagai batu loncatan untuk berkarir di politik.
Karena itu, beliau enak saja ketika akhirnya meminta saya agar mau dipilih sebagai ketua umum SPS untuk menggantikannya. Sikap saya juga mirip itu. Saya tidak akan mau dicalonkan sepanjang beliau masih mau menjadi ketua umumnya. Bahkan, ketika suatu saat saya dicalonkan menjadi ketua PWI Jatim, saya mengajukan syarat: asal PWI jangan terlalu aktif.
Itu saya maksudkan agar tugas wartawan yang utama tidak terganggu oleh gegap gempita organisasi. Saya tidak ingin PWI-nya maju, tapi mutu koran merosot. Saya juga tidak malu kalau kantor PWI menjadi sepi. Sebab, itu berarti mereka sibuk menggali berita.
Pak Jakob adalah contoh dari sedikit orang yang bisa fokus. Sejak pikiran sampai tindakan. Godaan-godaan di luar pers tidak pernah meruntuhkan kefokusannya mengurus media. Padahal, sebagai pemimpin dan pemilik grup media nasional yang terbesar dan paling berpengaruh, pastilah begitu banyak rayuan dan iming-iming.
Beliau tidak tergoda sama sekali. Beliau terus saja konsentrasi mengurus Kompas dan grupnya. Karena itu, kalau pada akhirnya kita menyaksikan Kompas-Gramedia begitu sukses, kita tidak boleh melupakan bahwa itulah hasil nyata dari karya orang yang sangat fokus.
Generasi yang lebih muda (meski sekarang saya sudah tergolong generasi tua) memberikan dua penilaian kepada Jakob Oetama. Beliau dikecam sebagai wartawan penakut. Bukan sosok wartawan pejuang yang gagah berani menantang maut, seperti Mochtar Lubis (Indonesia Raya), atau Rosihan Anwar (Pedoman), atau Tasrif (Abadi), Aristides Katoppo (Sinar Harapan), Nono Anwar Makarim (Kami), Goenawan Mohamad (Tempo), dan beberapa lagi.
Di pihak lain dia dipuji sebagai wartawan yang santun, mengurus anak buah (termasuk kesejahteraan wartawan) dengan baik, dan sosok yang sangat menonjol tepo seliro-nya. Beliau juga tokoh yang kalau berbicara di depan umum lebih mengedepankan filsafat daripada masalah-masalah yang praktis. Misalnya, filsafat kritik. Sampai-sampai di era Orba itu muncul berjenis-jenis filsafat kritik. Ada kritik pedas macam Mochtar Lubis, kritik manis model Jakob Oetama, atau kritik jenaka model Goenawan Mohamad.
Kepribadian yang manis seperti itulah yang membuat pemerintah Orde Baru sangat percaya kepada Jakob Oetama. Sebuah kepercayaan yang ternyata juga tidak mutlak dan tulus. Pada suatu saat Kompas ikut dibredel juga, meski kemudian diizinkan terbit kembali. Tentu salah Orba juga mengapa memercayai Jakob Oetama. Padahal, di balik kehalusan dan kemanisannya itu tetaplah dia seorang wartawan yang asli. Manis hanyalah pembawaannya. Sikap batinnya tetaplah keras.
Kepercayaan yang begitu tinggi dari pemerintahan Orde Baru itu bukan tidak ada ruginya bagi Kompas. Setidaknya menurut saya. Akibat kepercayaan itu regenerasi di pucuk pimpinan Kompas menjadi terhambat. Umur 37 tahun saya sudah berhenti menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos. Ini agar berganti kepada generasi yang lebih muda. Umur 39 tahun saya sudah berhenti menjadi pemimpin umum Jawa Pos. Pak Jakob Oetama terus menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum sampai usia hampir 70 tahun.
Saya tahu itu bukan kehendak beliau sendiri. Siapa pun tahu bahwa untuk mengganti pemimpin redaksi, saat itu, harus minta izin menteri penerangan. Pemerintah merasa lebih tenang kalau Kompas dipimpin Jakob Oetama daripada misalnya tokoh muda yang mungkin lebih radikal.
Bagi saya pribadi Jakob Oetama adalah “lawan” yang harus saya hormati, tapi juga harus saya kalahkan. Saya menempatkan diri sebagai “penantangnya”. Baik dalam bidang jurnalistik maupun dalam bidang bisnis pers. Sebagai penantang saya merasakan bukan main susahnya hidup di luar dominasi Kompas. Kompas sudah menjadi koran dan koran sudah menjadi Kompas. Semua minta agar koran itu harus seperti Kompas. Bahkan, kalau ada wartawan baru keinginannya menulis ternyata juga harus seperti gaya Kompas.
Tentu saya tidak suka semua itu. Kalau hanya mengikuti Kompas, selamanya hanya akan menjadi ekornya. Tidak akan bisa menjajarinya. Karena itu, saya mengambil jalan yang sangat berbeda. Bukan dari ibu kota menguasai nusantara, tapi dari nusantara menguasai Indonesia. Di bidang jurnalistik juga harus berbeda. Jawa Pos memilih jurnalistik bertutur. Untuk wartawan baru saya langsung mencekokkan doktrin “jangan ketularan penyakit Kompas”.
Kata “penyakit” di situ terpaksa saya pakai bukan karena gaya Kompas itu jelek, tapi hanya karena harus dihindari. Agar wartawan Jawa Pos benar-benar punya gaya yang berbeda. Maafkan saya pernah menggunakan kata penyakit itu, Pak Jakob. Tentu saya tidak akan tersinggung kalau ada pihak lain menggunakan istilah yang sama: penyakit Jawa Pos.
Memang di kalangan pers sempat muncul istilah “perang total” Kompas-Jawa Pos. Tapi, itu hanya di permulaan. Pada akhirnya semua orang tahu bahwa Kompas dan Jawa Pos bergerak di medan yang berbeda. Kompas dengan majalah-majalahnya yang luar biasa, dengan toko bukunya yang the best dan biggest, dengan hotel-hotelnya yang meluas dan dengan bidang usaha yang meraksasa ternyata punya pasarnya sendiri.
Demikian juga Jawa Pos dengan koran-koran daerahnya, pabrik kertasnya, dan jaringan TV lokalnya juga punya dunianya sendiri. Keduanya masih terus membesar tanpa ada salah satu yang kalah. Inilah dinamisnya persaingan yang sehat. “Pertempuran” itu telah berakhir.
Bukan hanya karena masing-masing sudah menempati makom-nya, tapi juga karena masing-masing sudah tua. Pak Jakob sudah 80 tahun. Sudah memilih dan memiliki CEO baru yang sangat andal, Agung Adiprasetyo. Saya sudah 60 tahun dan Jawa Pos juga sudah dipimpin Azrul Ananda yang berumur 34 tahun. Pak Jakob mungkin sudah tinggal menjadi pendetanya di Kompas dan bahkan saya sudah bukan siapa-siapa lagi di Jawa Pos, kecuali hanya pemegang sahamnya.
Hasil pertempuran itu sudah final: saya tidak mampu mengalahkan Pak Jakob Oetama. Kompas Group masih jauh lebih gede daripada Jawa Pos Group meski koran Jawa Pos sudah tidak kalah besar dari koran Kompas.
Yang lebih penting: saya melihat Pak Jakob sangat berbahagia dalam hidupnya. Dia mengerjakan bidang yang sangat disenanginya. Dia berhasil menjadi kaya raya. Dia diberi rahmat sangat panjang usianya. Belum tentu saya bisa sebahagia Pak Jakob Oetama. Belum tentu saya bisa membahagiakan orang lain sebesar dan sebanyak yang dilakukan Pak Jakob Oetama. Belum tentu juga saya bisa mencapai usia 80 tahun seperti Pak Jakob Oetama.(*)
Kemenangan dalam perang tidak hanya diukur dari hasil pertempuran, tapi dari kebesaran jiwa pemainnya.
Bagi saya, Pemenang adalah orang yang berani mengakui kekalahannya…begitu besar jiwa pak dahlan iskan.
Yang setuju, harap unjuk jari … !
ok juga
menghormati dan menghargai orang lain pada hakekatnya akan berpulang ke diri sendiri
Saya Paaakk…!!!
Sukses selalu untuk pak Dahlan Iskan. Semoga bisa memberikan pencerahan kepada banyak orang yg ingin bersaing dengan cara elegan tanpa ada rasa iri, bermartabat dan ingin sukses bersama-sama.
persaingan secara sehat akan menjadi motifasi untuk sang pelaku,
mantap pak DIS…seandainya semua pemimpin di Indonesia ini mampu berjiwa besar sebesar jiwa yg bapak miliki, saya yakinnegeri yg baldathun thoyibatun wa rabbun gofuur bukan lg hanya sebuah angan dan cita kita bersma..
Sebagai generasi mudah terinspirasi kompetisi yag fair tsb diatas…mantap..INDONESIA BANGKIT ..!!!
Two thumbs up, Pak DIS
Salut dg Pak Dahlan Iskan yang menjadikan contoh persaingan dan kesukesan yang diraih Grup Jawa Pos dan Grup Kompas menginspirasi budaya kompetisi bisnis yang sehat di tanah air. Kudos Pak!!
wah saya ketinggalan baca ini. Pak Dahlan dibalik kehebatan anda, ternyata anda adalah orang yang merendah. apa yang sudah dicapai oleh Jawa Pos memang tak bisa dibandingkan dengan pencapaian Kompas Grup. tapi anda berhasil meletakkan dasar Jawa Pos setara dengan Kompas, meski berbeda lahan.
selamat atas penunjukan anda sebagai Menneg BUMN. semoga tes kesehatan tidak mengalahkan peluang anda.
Selamat atas diangkatnya sebagai Meneteri BUMN, Bapak Dahlan Iskan adalah salah satu dari dua orang yang sangat saya banggakan di negeri ini.
Pasti yg satunya ibu SriMulyaniIndrawati managing director world bank. 🙂
Pasangan yg bgs untuk indonesia lebih baik.
SMI-DI
big no..
setuju sekali pasanag SMI-DI untuk Indonesia yang lebih baik.
luar biasa pak dahlan iskan.patut ditiru kebesaran jiwamu untuk generasi muda
Salut pak…Jawa Pos Group sdh tumbuh mjg perusahaan yg besar…ini takluput dari kerja keras bapak.
Kompas Gramedia group dan Jawa Pos Group adalah 2 perusahaan besar yg mempunyai pimpinan luar biasa…
Saling respek thd kompetitor…itulah jiwa besar yg harus diteladani….
Luar biasa, sebuah pencerahan yang menyehatkan.
Selamat berjuang, Pak Menteri BUMN.
Negara ini butuh anda…. Banget !!!
Mari bersaing untuk kebaikan ummat, bukan saling mengalahkan tapi menang bersama dalam kesuksesan mengemban tugas. Sekarang tergantung dari presiden berani tidak mengganti menteri yang tidak bisa lari. Kalo masih penakut jangan harap Indonesia maju dalam tenggat 3 tahun kedepan. Bravo pak DI
saya baca ini terpingkal-pingkal..
sesungguhnya dengan tulisan ini, semakin menguatkan bahwa Pak Dahlan adalah ksatria sejati..
mju terus dunia pers Indonesia..
Saya makin kagum saja dengan anda pak Dahlan…
selamat untuk pak dahlan iskan, yg telah memajukan pers, sebagimana p.jakob…. para putra bangsa.
Great Pak Dahlan, semoga semakin bisa menjadikan Indonesia Yang lebih baik, Aamiin……
membaca tulisan pak Dahlan iskan, pikiran saya selalu ter”refresh”, tidak hanya semakin tahu, tetapi juga belajar berpikir bijak. selamat untuk pak dahlan, untuk jabatan barunya. saya kagum pada orang yang “biasa saja” terhadap suatu jabatan. Mungkin sebenarnya bapak belum puas “berpetualang” di PLN, tapi saya pikir keputusan itu juga bukan keputusan yang buruk, bapak memang pantas berada di tempat yang sekarang.
teruslah menjadi “sesuatu”, dimanapun bapak berada.
good luck pak Dahlan,…
Pak Dahlan adalah salah satu inspirator saya melalui tulisan2nya.Ketika doa yg tulus mengalir untuk anda maka Insya Allah kekuatan untuk berbuat yg lebih baik untuk Indonesia akan sanggup Bapak laksanakan, dan doa-doa itu sekarang sedang mengalir ke diri anda pak!
Setuju pak DIS. Intinya jadilah selalu yang terbaik dan berbuatlah sekarang juga….jangan tunggu nanti atau besok. Selama hayat masih dikandung badan, kita berikan pengabdian terbaik kita kepada semesta alam sebagai tanda syukur kita kpd Allah SWT. Sehat2 dan sukses selalu pak DIS!
Saya sudah kenal P Dahlan sejak SD melalui tulisan2nya di koran Jawa Pos langganan Ayah sewaktu di Bali (hampir tiap hari saya baca),,rasanya kok dari dulu P Dahlan selalu membawa hawa positif melalui tulisan2nya,,saya pernah berfikir untuk mengkliping tulisan2 P Dahlan,,tapi g kesampaian entah kenapa,,dan saya selalu yakin setiap yg dilakukannya di perusahaan yg dipimpinnya membawa hasil yg positif,,semoga demikian juga dengan di kementrian BUMN,,ayo pak kita saingi singapura,,negara kecil tapi BUMN nya tumbuh di banyak negara,,banyak pula untungnya,,
negara butuh sosok2 Zuhud tidak sekedar Omdo gomong pemberantasan kemiskinan berbusa2 tapi makan siangnya dan meetingnya dihotel berbintang hidup P Dahlan Iskan semoga perjuangan di Meneg BUMN berjalan mulus membawa manfaat buat rakyat.
anda dan pak jakob sama hebatnya
Ditunggu pak gebrakannya membenahi BUMN, konon sarang korupsi adalah partai, legislatif/executive dan juga BUMN,,,welcome aboard pak,,,,smoga BUMN menjadi yang semestinya,,,turut mensejahterakan rakyat
Sy suka bila tokoh nasional mempunyai blog dan menyebarluaskan pemikiran2nya.
kisah nyata tentang kesuksesan yang dibakar oleh semangat untuk menjadi lebih baik dari “role model”nya. Inspirasi berharga untuk selalu memilih “a high standard” untuk ditaklukkan, berpikir kreatif dan menang. Terima kasih semangatnya pak 😀
Sukses buat DIS dan Jakob Utama, sebuah inspirasi buat kami jurnalis muda
Sepertinya Kompas berguna sekali bagi kehidupan pak Dis, jadi untung ada kompas.
hati saya tergetar membaca tulisan ini, walaupun saya bukan wartawan tapi sangat mengharukan bisa membaca catatan tentang wartawan, langkah-langkahnya, subhanallah … menginspirasi, terima kasih Pak Dahlan Iskan
Hanya orang-orang “besar” saja yang sanggup menempatkan “musuh/pesaing”nya dalam posisi terhormat..Bangsa ini butuh orang2 seperti Bpk. Dahlan Iskan.. saya pribadi menilai,Bapak bisa lebih berperan lebih besar drpd jabatan saat ini,Menneg BUMN. Doa saya ,bapak tetap dalam perlindungan TUHAN YME.
andaikan presiden kita pak DI,indonesia pasti……
Indonesia butuh 1000 {seribu] … mungkin lebih, orang yg seperti pak Dahlan Iskan… semoga tetap sehat dan tidak goyah! Semoga pak Dahlan bisa tetap menjaga kesehatannya dan bisa berhati-hati dengan hatinya 🙂
Salut buat Pak Dahlan yg mau meraskan naik KRL dari Depok,saya lihat lho..he..he..Pejabt lain mana mau seperti Bpk yg mau melayani Rakyatnya.
Istimewa, cara pandang seorang dahlan iskan dalam menilai sebuah peperangan.
Semoga Bp. Dahlan Iskan selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
Kami pengguna Kereta Api Smg – Jkt (PP) sejak Januari 2004 s/d saat ini Insya Allah setiap minggu menjadi PJKA (Pergi Jum’at Kembali Akhad), pelayanan KA tidak ada peningkatan (Toilet bau walaupun eksekutif), bahkan sistem pembelian tiket tidak transparan (seharusnya diminta mencontoh tiketing Garuda Indonesia) Pengalaman sering dikatakan habis, namun namun kenyataannya banyak yang lowong.
Saya baru membaca beberapa tulisan bapak dan saya bangga memiliki bapak sebagai putra bangsa
saya bangga akan bapak
tulisan2 Pak DI memang luar biasa menginspirasi…semoga lahir generasi2 penerus seperti beliau untuk membawa kemajuan bangsa..
Duhh.. Speechless saya pakk… Pertempuran (persaingan) tidak harus saling membunuh dan menjegal. Inovasi (Inovator) itu yang terpenting. Akan selalu saya camkan dalam hati pak. Terima kasih untuk ilmu-nya. Keep well ya pak.
Tulisan pak DI bener bener luar biasa menginspirasi,trims pak
Salah satu yg ingin disampaikan Pak DI, ngaku kalah, tp tidak telak2 amat … Hehe. Keren lah caranya 🙂
kalau gak salah ingat dulu azrul pernah jd wartawan otomotif yg suka mewartakan formula 1 di JP yg waktu itu korannya msh selebar meja pingpong,dan sekarang sdh jd CEO…sepertinya lebar koran direvolusi jadi kecil spy gesit larinya segesit F1 (gitu kali yaa???)
kalo pertempuran dgn pak jakob sdh habis,trs skg pertempurannya sama siapa??biar gak lagi bertempur semoga lajunya tetep kenceng
aku senang sekali baca artikel setiap kali bapak tulis. memberikan inspirasi buat saya untuk menjadi orang yang selalu bekerja lebih baik. saya mau bertanya sama bapak dahlan iskan. waktu bapak umur 23thn. bapak saat itu sibuk dengan kegiatan apa?
Luar biasa pak..
dahlan iskan yes, sri mulyani NO…..
Pak Dahlan, Banyak Kia dan Ustadz, yg selalu menganjurkan mencintai Nabi Nya dengan “Khotbah dan kata2 nya”.
Anda menganjurkan mencintai Nabi Nya dengan “Perbuatan”. Insya Allah bermanfaat dunia & akhirat.
Nusantara membutuhkan “Kepemimpinan sejati” dari orang2 seperti anda, yg bersedia “menyatu dengan Rakyat” dan menyelami “Jiwa” nya.
Kalau saya boleh bertaruh, SBY boleh saja “diboncengi” Partai Demokrat saat ini, tapi Andalah “Bahan bakar” dari kendaraan nya SBY untuk hadir di mata hati Rakyat nya. Insya Allah Bangsa ini akan maju bila Bapak bisa menularkan “Hope-Manufacturing” ke seluruh Pemimpin di Negeri tercinta ini. Salam,
pertempuran yang disiratkan pak Dahlan merupakan sebuah motivasi bagi saya, untuk selalu berkompetisi agar kita bisa selalu maju dan berkualitas.
thank’s you Mr. DI, i hope you’ll always be “istiqomah”.
Membaca tulis bapak membuat saya menjadi tahu dan paham tentang kegiatan jawa pos dan kompas. Terima kasih atas tulisan yg mencerahkan ini pak Dahlan. You are leader.
salam
Omjay
Semoga keinginan P Din mengalahkan pesaing menginspirasi genrasi kita untuk selalu fighting dalam menjalani hidup ini.
P dahlan sosok yang luar biasa…. tulisannya menggetarkan kalbu…. membangkitkan semangat untuk berkarya , bekerja lebih keras …. semoga pilpres 2014 bapak mendapat amanah rakyat memimpin Indonesia …. menuju puncak kejayaan bangsa..
Semoga panjang umur juga untuk Pak Dahlan Iskan
salam,
taufan wijaya
http://taufanwijaya.wordpress.com/
Ternyata kesadaran itu datang selalu diakhir kompetisi, bukan berarti terlambat karena ada saat dimana kita mulai merasa harus berhitung. Satu hal yang dapat saya petik dari “penyakit kompas vs penyakit jawa pos” yang —juga lekat dalam tulisan ini— adalah semangat!!. Ya, semangat yang saya artikan attitude bukan spirit. Attitude senantiasa menyala dan tak terhambat oleh faktor usia. Karena (ATTITUDE=A=1;T=20;I=9;U=21;D=4;E=5; senantiasa bernilai sempurna)
jakob oetama numpuk dosa doang kerjanya
tapi saya denger untuk menghadapi persaingan dengan kompas, jawa pos memborong koran kompas di suatu daerah (saya lupa) lalu dibakar, supaya Jawa Pos tetep laku, apa itu bener Pak Dahlan, kok kesannya persaingan ga sehat. Itu bener apa cuma hoax, Pak ? kalo bener bapak tahu akan hal tsb? apa hal ini masih terjadi?
Ya Elah mikir napa ?
gak mungkinlah strategi itu dilakukan ?
kalau mao borong korannya kompas, ya kompasnya yg bakalan untung,
kompas terbitin & banjirin aja korannya didaerah tsbt entar semuanya dibeli sama dahlan iskan, emang lu pikir duit jatuh dari langit !!!!
satu2nya strategi itu misalnya Indomie, membeli supermie & sarimi shg supermi & sarimi mati
atau philip morris mengakuisisi sampoerna
gak ada teorinya strategi Indomie pingin ngalahin mie sedap dgn cara borong mie sedap di pasar
MIKIR DOOONGG
ya saya setuju, itu orang bodoh juga ya punya strategi seperti itu 🙂
Republika, g disebut yak, hehe..
Pak Dahlan berhati besar
Dengan panjangnya umur, semoga juga diberi keberkahan tidak hanya panjang saja tapi umurnya tidak berkah
Penyakit ini juga bisa saja terjadi pada kaum pria ataupun wanita.