>>
Anda sedang membaca ...
Catatan Dahlan Iskan, New Hope

Dua Ratus Juta Cell Muda untuk Saya Coba

9 Februari 2015

”Saya harus percaya pada kemampuan anak muda ini,” pikir saya dalam hati.

Hari itu, hampir dua tahun lalu, saya membaca edisi khusus Jawa Pos yang amat tebal. Yang menampilkan prestasi puluhan anak muda Indonesia yang menakjubkan. Salah satunya wanita muda ini: Dr dr Purwati SpPD FINASIM.

Saat itu sebenarnya saya sudah mendaftarkan diri ikut ke Jerman dan Swiss. Untuk menjalani apa yang lagi mode di kalangan tertentu belakangan ini: stem cell. Lalu saya batalkan. Saya pun melakukan diskusi lanjutan: apakah benar sudah ada dokter kita yang ahli stem cell. Ternyata benar. Maka saya harus percaya pada kemampuan dokter muda dari RSUD dr Soetomo Surabaya itu.

Saya memang gelisah melihat betapa banyak orang kita yang ke Jerman atau Tiongkok untuk stem cell. Padahal yang di Jerman itu tidak murah: Rp 2,5 miliar. Belum termasuk tiket pesawat dan hotelnya. Itulah harga yang harus dibayar orang-orang yang takut tua. Atau takut terlihat tua.

Agen-agen stem cell kini banyak beroperasi di Jakarta. Ada yang mencari pasien stem cell beneran, ada yang stem cell-stem cell-an. Banyak orang bingung yang mana yang benar. Padahal begitu besar risiko. Tapi siapa peduli? Menjadi tua rupanya begitu menakutkan. Banyak yang asal tabrak.

Waktu memutuskan untuk ikut mendaftar ke Jerman, bukan karena saya takut tua. Tapi ingin menjalani uji coba. Bisa jugakah stem cell membuat saya tidak lagi tergantung obat seumur hidup? Sebenarnya saya pun tidak keberatan minum obat seumur hidup. Toh kapsulnya sangat kecil. Sekecil butiran beras. Dosisnya pun hanya 0,5 mg, dosis terkecil. Efek sampingnya pasti juga kecil. Inilah obat yang harus saya minum untuk mengurangi jumlah T cell (sel T) saya.

Saya memang tidak boleh memiliki T cell dalam jumlah yang normal. Tugas T cell adalah mengusir semua benda asing yang masuk ke tubuh kita. Hati saya yang baru itu, yang menggantikan hati lama saya yang rusak karena kanker delapan tahun lalu, termasuk dianggap benda asing yang harus ditolak. Karena itu, kalau saya berhenti minum obat, jumlah T cell saya normal dan punya kemampuan menyerang hati baru saya. Lantaran minum obat itu, menurut hasil tes terakhir darah saya, jumlah T cell saya 460. T cell orang normal 600-an.

Dari diskusi dengan Dr dr Purwati saya mengambil kesimpulan bahwa dia menguasai ilmu itu. Go! Lakukan stem cell itu. Pada saya. Tidak usah ke Jerman. Syukur-syukur ada juga efek bisa membuat saya terlihat lebih muda.

Tentu ada ngeri-ngeri-sedapnya. Bahwa, misalnya, tidak berhasil pun tidak masalah. Yang penting jangan berbahaya. ”Yang aman ya, Dok. Hati-hati,” pesan saya sebelum proses pengambilan darah dari sumsum tulang pinggul dilakukan.

Darah itulah yang diproses untuk diambil cell-cell mudanya. Lalu dibiakkan di dalam laboratoriumnya. Setelah mencapai 200.000.000 cell lantas dimasukkan ke dalam tubuh saya. Melalui saluran darah di lengan. Angka 200 juta itu disesuaikan dengan berat badan saya yang 73 kg. ”Ramuan” untuk mengantarkan cell muda itulah yang ditemukan Dr Purwati. Sehingga ratusan juta cell muda itu bisa menyatu dengan darah yang sedang beredar dengan aman. ”Saya lagi mengajukan paten untuk temuan saya itu,” ujar Dr Purwati.

Jutaan cell muda itulah yang bertugas menggantikan cell saya yang sudah menua. Juga mengganti cell yang rusak. Termasuk mengganti cell yang sudah dihinggapi penyakit seperti kanker.

Bulan lalu saya sudah menjalani stem cell yang ketiga kalinya. Memang kurang sempurna kalau hanya satu kali stem cell. Baiknya tiga kali, berselang tiga bulan. Yang di Jerman pun demikian. Satu seri, istilahnya. Rp 2,5 miliar. Yang di Surabaya tentu jauh lebih murah.

Saya pun sekarang merasa sangat fit. Entahlah, terlihat lebih muda atau tidak. (*)

Diskusi

32 respons untuk ‘Dua Ratus Juta Cell Muda untuk Saya Coba

  1. He….he….. menjadi tua ternyata merepotkan, untuk sebagian orang

    Posted by Dzakiron | 9 Februari 2015, 9:37 am
  2. pertamax dan premium
    satu lagi ilmu kedokteran indonesia yang bisa bersaing dengan ilmu kedokteran luar negeri, bersyukur dengan diri sendiri… Indonesia pun tak lagi dipandang seperempat mata

    Posted by desianugrah | 9 Februari 2015, 9:42 am
  3. Ingin membaca pencabaran pak Dahlan tentang carut-karut-marut pemerintahan sekarang. Hukum, politik, ekonomi, minyak dsb. Sakjane iki pemerintahe opo rakyate sing ga genah.
    Berita media onlen cenderung meruwtkan drpd mencerahkan

    Posted by bowo | 9 Februari 2015, 10:07 am
  4. berita ini yg bikin hoburan, selingan ditengah negara yg semakin nggak jelas ini.
    btw ada yg punya link nya kumpulan MH abah Dis kah ? dr jilid 1 sd yg terakhir saat beliau menjabat menteri BUMN. yg edisi komplit..
    kalau ada yg punya, mhn bantu share ya…

    Posted by NOPI | 9 Februari 2015, 10:16 am
  5. Wow fantastic….. tapi biayanya juga fantastic

    Posted by Mahmud Arifien | 9 Februari 2015, 10:34 am
  6. Pak, biaya yang di Indonesia berapa tepatnya? Pengen stem cell biar sehat lebih lama soalnya 🙂

    Posted by eviindrawanto | 9 Februari 2015, 11:03 am
  7. Mahal juga ya utk awet muda :). Semoga saya diberi kemampuan seperti pak DI. Amin.

    Posted by Asep Sopyan | 9 Februari 2015, 11:04 am
  8. berita yg sgt menyejukan ditengah ulah jokowow menjadikan proton mobnas

    Posted by abdillah | 9 Februari 2015, 11:10 am
  9. Coba ahhh…, ngerj ngeri sedap…(kata2 siapa coba tebak…?)

    Posted by Ndokaja | 9 Februari 2015, 11:23 am
  10. ini yang saya tunggu setiap hari senin, penambah semangat tanpa biaya, terus berjuang walaau hanya dgn tulisan

    Posted by kasim | 9 Februari 2015, 2:27 pm
  11. mantaf, abah sudah mulai angkat lagi prestasi manusia indonesia…maju terus abah

    Posted by Heiruddin | 9 Februari 2015, 4:42 pm
    • Sekaliyan biar abah awet muda, untuk DIS for president 2019. Ayolah DIS mania kumpul2. Berbuat sesuatu, spy Abah bisa dikenal banyak masyarakat selama 4 tahun kedepan. Sehingga memuluskan langkah di Pemilu 2019. Misalnya, bikin/ cetak buku kumpulan tulisan Abah lalu dijual. Atau, bikin buku2 kecil yang bisa dibagikan gratis ke masyarakat, dan arahkan masyarakat membaca link-link nya abah DIS.

      Posted by pemerhati | 9 Februari 2015, 7:31 pm
      • Setujuuuuuu banget. Walau belum kesampaian di 2014 mari berjuang dengan cara kita masing2 agar DI for president 2019 terwujud. Gimana bergairahnya hidup kita rakyat Indonesia bila hal itu terwujud. Kalau kita baca tulisan beliau seolah kita turut didalamnya gimana nikmatnya bila DI jadi RI 1

        Posted by nengah wardana | 9 Februari 2015, 9:13 pm
      • Ayuk aja, gimana memulainya boss?

        Posted by HWAHYU | 11 Februari 2015, 3:43 pm
        • Gampang, copas New Hope + command, sebarkan ke all via medsos : twitter, facebook, instagram, milist, bb, dan lain lain. Terus setiap senin, semakin banyak tersebar, semakin banyak dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat. Apalagi medsos digandrungi anak2 muda, yang kelak jadi pemilih.

          Posted by pemerhati | 26 Februari 2015, 12:50 am
  12. belanja dokter. wisata kesehatan. indonesia juga bisa tho

    Posted by fia | 9 Februari 2015, 9:20 pm
  13. Kapan kembali pak? hehehe

    Posted by dewitya | 10 Februari 2015, 5:33 pm
  14. pak dahlan,, selalu inspiratif

    Posted by Nur Hadi | 10 Februari 2015, 8:12 pm
  15. Kok Jahatnya ya Orang Itu…

    oleh : Azrul Ananda, Dirut Jawa Pos Koran
    11 Februari 2015

    Saya punya pertanyaan untuk Anda: Menurut Anda, adakah orang yang memang dilahirkan jahat?

    ***

    Saya punya dua ayah. Yang satu namanya Dahlan. Orang yang luar biasa. Seorang Superman. Yang luar biasa perjalanan hidupnya, yang luar biasa kemampuannya dalam membuat keputusan dan mengatasi masalah-masalah yang luar biasa.

    Tidak banyak orang sehebat dia. Semakin saya dewasa, semakin saya tua, semakin sadar bahwa memang tidak banyak orang seperti dia. Saya pun tidak seperti dia. Dan tidak akan berpura-pura mengaku lebih hebat dari dia.

    Tapi, memang sejak kecil kami tidak pernah punya hubungan ayah-anak yang ’’normal’’. Dia ’’mendidik’’ saya dengan memberikan kebebasan dan memberikan ruang gerak untuk melakukan banyak kesalahan.

    Sama seperti kebanyakan orang yang nge-fans sama dia (dan jumlahnya banyak!), saya juga belajar dari mengamati cara-cara dia dalam berbuat dan membuat keputusan.

    Saya beruntung punya ayah satu lagi. Namanya John R. Mohn.

    Dulu, waktu lulus SMP, saya ’’dipaksa’’ pergi untuk SMA ke Amerika dengan alasan ’’mumpung mampu’’. Walau sebenarnya mungkin untuk mengamankan saya (dan adik saya) dari kesulitan dan ancaman hidup di industri pers zaman itu.

    Dasar nasib, saya lulus tes pertukaran pelajar, jadi bisa hemat ikut SMA gratis di Amerika (dan waktu itu sebenarnya kami belum terlalu mampu).

    Karena pertukaran pelajar, saya tidak punya pilihan sekolah di mana. Pada akhir camp persiapan di kawasan Seattle, kami harus melihat papan pengumuman untuk mengetahui bakal ’’diasingkan’’ ke mana.

    Baru merayakan ulang tahun ke-16, saya pun menuju sebuah kota kecil bernama Ellinwood, Kansas.

    Penduduknya hanya 2.800 orang. Luasnya hanya 1,6 x 1,6 kilometer.

    Letaknya di tengah negara bagian Kansas, yang terletak pas di tengah-tengah negara Amerika Serikat. Untuk ke sana, harus naik mobil 6–7 jam dari Kansas City atau 3–4 jam dari Wichita.

    Ketika tiba di Ellinwood, malam sudah larut, dan saya disambut keluarga Mohn. Saya tanya ke John, yang akan jadi ’’bapak angkat’’ saya selama SMA, apa pekerjaan dia. Jawabannya: ’’Kami pengelola koran lokal di sini.’’

    Istrinya, Chris, adalah pemimpin redaksi Ellinwood Leader, nama koran itu. ’’Dasar takdir, saya kumpul keluarga koran terus.’’ Begitu perasaan saya waktu itu.

    Keduanya juga merangkap jadi guru di SMA setempat. John guru bahasa Inggris dan jurnalistik serta fotografi, Chris guru bahasa Spanyol.

    Selama setahun itu, terus terang saya punya hubungan lebih intensif dengan keduanya. Berangkat ke sekolah bersama, makan pagi, siang, dan malam bersama. Pergi ke supermarket bersama. Dan kemudian saya ikut membantu bekerja di korannya.

    Benar-benar seperti punya ’’ayah’’ dalam arti yang ’’normal’’.

    Kayaknya ayah saya yang namanya Dahlan sempat cemburu wkwkwkwkwk… Tapi, dia pun sering bercanda kepada orang lain bahwa ayah saya yang bener ya Si John itu.

    John ini seorang pengajar yang luar biasa. Murid-muridnya sering jadi juara tingkat negara bagian (seperti juara provinsi) dalam berbagai kompetisi jurnalistik.

    Kalau mencoba mengajak saya berpikir, dia sering mengajak diskusi, dan saya bebas bicara apa saja. Tidak pernah dibenarkan, tidak pernah disalahkan.

    Kadang pertanyaannya pun ’’berat’’ untuk seorang anak SMA.

    Salah satu pertanyaan yang pernah dia ajukan untuk ’’menggelitik’’ pikiran saya adalah:

    ’’Rully (itu panggilan dia kepada saya, Red), kamu percaya atau tidak bahwa ada orang yang memang dilahirkan jahat?’’

    Dasar masih SMA, mau jawab apa? Asal jeplak saja saya bilang, ’’Iya.’’

    Dia tidak membenarkan atau menyalahkan saya. Tapi, dia mengajak berpikir dari sisi lain. Sebagai counterargument, John bilang bahwa bisa saja itu tidak benar.

    ’’Mungkin saja semua orang itu dilahirkan baik. Pendidikan atau kurangnya pendidikan, yang membuat mereka jadi jahat,’’ kata John.

    ***

    Pertanyaan itu sangat sederhana. Tapi, sampai sekarang, sekitar 20 tahun kemudian, pertanyaan tersebut sering kembali muncul di kepala saya.

    Apalagi kalau melihat orang di sekeliling kita sendiri, bertemu dengan orang baru, membaca tentang orang, atau mendengar tentang orang yang melakukan sesuatu yang bisa diartikan ’’jahat’’.

    Mungkin kita memang harus positive thinking, percaya bahwa pada intinya semua orang itu baik. Mungkin tidak semua orang dapat kesempatan memperoleh pendidikan. Situasi membuat atau memaksa mereka melakukan apa itu yang dianggap ’’jahat’’.

    Masalahnya, kok banyak ya orang yang ’’berpendidikan’’ sangat tinggi tetap berbuat ’’jahat’’?

    Saya punya kenalan, sama-sama kuliah di Amerika, tapi hobinya ’’menipu’’ orang dengan berjualan barang fiktif secara online. Kepepet ekonomi juga tidak, punya kebutuhan tinggi juga tidak.

    Ada cerita teman baik kena tipu teman sendiri sampai miliaran rupiah, dan yang menipu juga sebenarnya juga bukan orang kepepet.

    Dan tentu banyak orang yang pekerjaan sehari-harinya banyak dianggap orang ’’jahat’’. Memeras orang, jadi kaya raya karena itu, tapi juga tidak berubah walau sudah keliling dunia, kenal banyak orang, dan belajar tentang orang lain yang dianggap ’’baik’’ di dunia ini.

    Dan saya tidak mau bicara soal dunia POLITIK…

    Terus terang, saya juga bukan orang paling baik sedunia. Kadang juga jahat ’’tipis-tipis’’ atau jahat iseng. Tapi, dalam hati selalu percaya bahwa itu untuk yang lebih baik. Pokoknya kalau ditanya nanti bisa saya pertanggungjawabkan konsekuensinya.

    Cuman ya itu. Berkali-kali juga lihat orang lain dan elus-elus dada sambil berucap dalam hati, ’’Kok jahatnya ya orang itu… Makan apa tho waktu kecil…?’’ (*)

    https://thedahlaniskanway.wordpress.com/2015/02/11/kok-jahatnya-ya-orang-itu/

    Posted by Marshall D. Teach | 11 Februari 2015, 11:08 am
  16. Hadir…

    Posted by Winda S-v | 13 Februari 2015, 9:27 am
  17. Mantab pak dahlan, semoga penemuan tersebut berguna untuk yang memiliki penyakit sejenis

    Posted by Gilang | 13 Februari 2015, 3:05 pm
  18. Syukur-syukur ada juga efek bisa membuat saya terlihat lebih muda.
    Ontips-in

    RevoTivi

    UlasMotor

    Posted by Anonymous | 13 Februari 2015, 3:13 pm
  19. Sebagian anak perusahaan grup jawa pos telat memberi gaji karywannya. Salah satunya Harian Metro Siantar, sudah 1 tahun ini secara terus menerus telat memberi gaji karyawan bahkan hingga 3 pekan. Luar biasa…

    Ada 1 org yg dianggap tidak layak sebagai manajer dan penyebab telatnya gajian di harian metro siantar yaitu Jamot Sarimuda Nainggolan sebagai manajer iklan. Orang ini yg mengakibatkan piutang iklan ratusan juta bahkan milyaran rupiah yg tak pernah masuk keperusahaan alias ditilepnya.

    Dan bahkan piutang2 yg dia tilep itu pernah diputihkan, orang ini dilindungi langsung oleh saudaranya (Paman kandung) yg juga merupakan salah satu petinggi disalah satu anak perusahaan grup jawa pos ini, Marganas Nainggolan.

    Jamot Sarimuda Nainggolan ini tidak pernah punya niat untuk membesarkan perusahaan, dia hanya mementingkan dirinya sendiri dengan memakan uang2 iklan.

    Posted by Ruidi Marwan | 13 Februari 2015, 6:52 pm
  20. kalau tambah muda, maka ibu juga harus diprogram stem cell juga Pak Dahlan, ntar kalo jalan berdua, nanti ibu kena tuduh jalan sama jomlo…., hati hati lho pak.

    Posted by akik | 16 Februari 2015, 9:45 am
  21. dokter sini emg ga kalah ama luar..

    Posted by bousquet191 | 19 Februari 2015, 11:08 am
  22. Ilmu kedokteran memang akan terus berkembang…..tapi ternyata biayanya relatif mahal
    http://health.detik.com/read/2014/03/10/080556/2520471/763/hendak-lakukan-terapi-stem-cell-harganya-rp-1-per-sel

    Posted by etnikcantik | 23 Februari 2015, 3:55 pm
  23. Pak Dahlan emang jos, tulisannya selalu ditunggu-tunggu

    Posted by Borobudur Cinema | 18 Maret 2015, 5:47 pm
  24. Tulisan yang informatif dan segar, as always.
    Semoga sehat selalu ya Pak!

    *Salam hangat Suarga*

    Posted by suargainvestments | 20 Mei 2015, 7:56 pm

Tinggalkan komentar