>>
Anda sedang membaca ...
Catatan Dahlan Iskan, New Hope

Serbasulit untuk Freeport yang Serbaberat

Senin, 18 Januari 2016

Relakah Anda bila saat ini negara kita mengeluarkan uang sekitar Rp 20 triliun untuk membeli 10 persen saham Freeport Indonesia (FI)?

Mungkin pertanyaan itu pertama-tama harus dijawab oleh mereka yang selama ini mendesak pemerintah agar memaksa Freeport mengurangi sahamnya di FI.

Kini (minggu lalu, Red) justru Freeport yang secara resmi menawarkannya kepada pemerintah.

Freeport minta agar pemerintah mengambil saham itu dengan nilai USD 1,7 miliar atau sekitar Rp 20 triliun.

Hayo! Bagaimana pemerintah harus menjawab tawaran itu? Sungguh serbasalah.

Kalau saya sih jelas: tidak rela. Dengan membayar Rp 20 triliun, ditambah saham lama, pemerintah baru memiliki 20 persen FI. Masih sangat minoritas. Tidak punya kekuasaan apa-apa di perusahaan itu.

Di lain pihak, laporan-laporan media di Amerika mengerikan. Dilaporkan, kondisi keuangan Freeport tahun-tahun belakangan ini sangat-sangat mengecewakan.

Labanya terus memburuk. Pada 2014, tinggal USD 482 juta. Bahkan, tahun lalu sudah rugi besar: USD 1,8 miliar! Rugi lebih dari Rp 20 triliun.

Ini berarti kita dihadapkan pada pertanyaan sepele: mengapa membeli saham perusahaan rugi? Apalagi, kelihatannya Freeport masih akan terus merugi beberapa tahun ke depan.

Mengapa kondisi Freeport begitu buruk? Mengapa tidak seperti yang umumnya dibayangkan orang Indonesia? Mengapa tidak makmur seperti gambaran video emas yang dicurahkan dari perut bumi Papua?

Itu sama sekali tidak berhubungan dengan kian ditinggalkannya koteka oleh pria-pria jantan Papua. Itu lebih karena Freeport terbelit ambisinya sendiri.

Ambisi Freeport luar biasa. Pada 2013, Freeport ingin tidak hanya menjadi raja tembaga dan emas. Ia juga ingin menjadi raja minyak. Dengan cara yang afdruk kilat.

Sebuah perusahaan minyak terbesar keempat di California, Plains Company, dibeli. Dengan harga USD 16,3 miliar. Atau sekitar Rp 200 triliun. Itu termasuk untuk mengambil alih utang Plains sebesar USD 9,7 miliar.

Harga mahal itu diterjang karena Plains memiliki produksi minyak mentah hampir 300 juta barel per hari. Bahkan, potensi produksinya bisa lebih dari 2 miliar barel per hari.

Sial. Sial sekali.

Begitu transaksi ditandatangani, harga minyak mentah terjun bebas. Dari USD 80 menjadi USD 40-an.

Sial.

Begitu sialnya. Perut siapa yang tidak mulas?

Begitu pandainya pemilik Plains: menjual perusahaan ketika nilainya masih tinggi.

Begitu sialnya atau cerobohnya Freeport: membeli perusahaan minyak raksasa yang sedang berada di bibir jurang.

Rupanya Freeport salah perhitungan. Atau terlalu banyak berharap.

Memang harga komoditas tambang seperti tembaga dan nikel yang menjadi andalannya terus menurun. Sudah enam tahun tidak naik-naik. Semua perusahaan tambang, termasuk PT Antam, termehek-mehek.

Waktu itu harga minyak masih bagus. Rupanya Freeport mau mencari tanjakan lain. Meski tanjakan tersebut berkelok. Masuk bisnis minyak. Tidak tahunya, malah kian terperosok.

Maka, di New York, tempat saham Freeport diperdagangkan di bursa, beritanya negatif melulu. Tahun-tahun belakangan ini, judul-judul berita yang terkait dengan Freeport hanya serem dan serem sekali: Freeport Menuju Kematian, Masih Bisa Diselamatkankah Freeport?, atau Keuangan Freeport yang Mengerikan.

Serem dan suram. Disebutkan, seluruh aspek usaha Freeport memburuk. ”Multiple weakness in multiple area”: Omzetnya turun, labanya memburuk, rasio-rasio keuangannya tidak lagi masuk akal. Bahkan, cash flow-nya pun menghadapi kegawatan.

Sampai kapan kondisi seperti itu akan berlangsung?

Bergantung. Pertama, bergantung jawaban pemerintah soal tawaran Rp 20 triliun itu. Kalau pemerintah mengabulkannya, cash flow Freeport sedikit tertolong. Sedikit.

Kedua, bergantung apakah pemerintah akan memperpanjang kontrak Freeport. Kalau pemerintah mau memperpanjangnya, kondisi Freeport bisa sedikit membaik.

Setidaknya outlook jangka panjangnya. Apalagi kalau perpanjangannya diizinkan sekarang. Wow. Harga saham Freeport bisa sedikit naik.

Kondisi Freeport bisa seperti pasien yang dapat infus: belum tentu sembuh, tapi setidaknya belum segera mati.

Ketiga, bergantung harga minyak mentah. Kalau harga minyak mentah segera membaik, harga sahamnya akan ikut naik. Ada napas baru.

Tapi, ada tapi-tapinya. Di AS, baru ditemukan sumber gas baru yang disebut shale gas. Harga gas menjadi sangat murah: hanya USD 3/mmbtu.

Kayaknya sulit membayangkan harga minyak mentah bisa segera naik drastis. Apalagi, perusahaan minyak yang dibeli itu adalah perusahaan minyak dari Texas juga.

Freeport (nama ini diambil dari nama kota kecil di Texas yang terletak di pantai Teluk Meksiko) benar-benar berada dalam posisi berat. Di Amerika. Dan di Indonesia.

Kota Freeport sendiri sekarang berpenduduk 11.000 jiwa dan masih jaya. Namun, perusahaan yang awalnya tambang sulfur tersebut, yang didirikan di kota itu pada 1912, kini lagi berjuang melawan kesulitan. Bahkan, chairman-nya yang legendaris itu, James Moffett, sampai menyerah. Meletakkan jabatan.

Cadangan emas yang sangat besar di Papua sendiri ditemukan oleh seorang pengelana Belanda pada 1950-an. Freeport mendengar temuan itu. Dan berusaha menguasainya. Tahun 1960, Freeport sepakat dengan si Belanda.

Pada 1965, Bung Karno yang anti-Amerika jatuh. Soeharto naik. Atau dinaikkan. Tahun 1967, resmilah Freeport mulai melakukan drilling. Tahun 1988 mulai menghasilkan emas dan tembaga.

Luar biasa hebatnya. Mudah mengerjakannya.

Tambang itu berada di permukaan tanah Papua. Tinggal mengeruknya. Bukan di perut bumi yang harus menggalinya.

Tahun 2021, kontrak dengan Freeport itu akan berakhir. Kalau kontrak tidak diperpanjang, Freeport akan 100 persen milik Indonesia. Tidak perlu keluar uang Rp 20 triliun hanya untuk memiliki 10 persen sahamnya.

Akan menjadi serbaenak? Jangan dulu dibayangkan serbaenaknya.

Pertama, mungkin Amerika marah. Entah apa bentuk kemarahannya. Dan entah apa kita mampu menanggungnya.

Kedua, mungkin saja sejak sekarang Freeport tidak mau keluar uang untuk pemeliharaan tambang. Toh, sudah akan lepas dari tangannya.

Kalau itu terjadi, kelak, tepat di saat tambang itu menjadi milik Indonesia, kondisinya sudah tidak bagus lagi. Diperlukan uang puluhan triliun rupiah untuk kembali menghidupkannya.

Apalagi, tambang yang ada di permukaan tanah sudah habis. Sudah harus menggali tambang di perut bumi. Lebih mahal.

Dengan harga jual nikel dan tembaga seperti sekarang, belum tentu bisa menghasilkan uang seperti yang kita bayangkan.

Bisa-bisa kita harus mengundang investor asing lagi untuk melanjutkannya.

Mungkin Freeport lagi. Atau Freeport yang lain. Kalau tidak disiapkan mulai sekarang. (*)

Diskusi

52 respons untuk ‘Serbasulit untuk Freeport yang Serbaberat

  1. wow…ijin share…

    Posted by yht2506 | 18 Januari 2016, 10:19 am
    • saya izin share juga ya pak…

      Posted by Sing Indo | 19 Januari 2016, 12:56 pm
    • Bro Dahlan lebih tau apa yg mesti di lakukan krn pernah jadi pimpinan negara ini, namun knapa bro saat punya kuasa dulu meneng- meneng way, kog skrg teriak teriak: ada apa-…. dengan mu -……

      Posted by jondil jjonson | 21 Januari 2016, 10:50 am
      • mungkin sampean tidak mengikuti kinerja pak Dahlan saat menjadi menteri BUMN,
        Telah banyak cara dilakukan beliau untuk melakukan nasionalisasi tambang – tambang asing di Indonesia, termasuk blok mahakam, dan itu sempat membuat bersitegang dengan mentri ESDM waktu itu
        Dan begitu juga dengan freeport…isu pengambilalihan freeport sangat keras didengungkan pak Dahlan, hasilnya : bersitegang lagi dengan DPR dan pemerintah waktu itu

        Posted by desianugrahmuthmainnah | 25 Januari 2016, 10:23 am
  2. Reblogged this on yht2506 and commented:
    Sebuah sudut pandang yang berbeda dari blog dahlaniskan.wordpress.com mengenai polemik Freeport….

    Posted by yht2506 | 18 Januari 2016, 10:22 am
  3. Top markotop ulasannya! Nambahin nutrisi otak……Thanks Abah!

    Posted by Kausar Ali | 18 Januari 2016, 11:53 am
  4. Hiruk pikuk pengelolaan perusahaan tambang dari swasta murni ke BUMN butuh modal besar (niat besar, kemampuan besar, SDM yang besar, infrastruktur yang besar, kebijakan yang bersifat win win solution). Pengalihan saham hanyalah secuil persoalan yang dialami perusahaan dengan otoritas (Pusat dan atau daerah). Jika sudah beralih, pertanyaannya sudahkan SDM dan sarana lainnya siap? Siapakah yang akan mengelola? Swasta Murni, BUMN, atau ……… Apakah hal ini bisa sedemikian mudah untuk dikelola dan dilepas murni ke negeri ini??? Pe er bersama anak negeri di tahun-tahun yang akan datang. Bagaimanapun juga, PT FI sudah berkontribusi kepada negeri ini. Besar kecilnya kontribusi sangatlah relatif jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Pemerintah AS pun punya kepentingan besar akan hal ini. Akankah tinggal diam???? Masih banyak pertanyaan yang tetap menjadi misteri kegalauan pejabat, pengamat, pelaksana, ataupun rakyat …..

    Posted by achmad hidajatullah | 18 Januari 2016, 12:08 pm
  5. yang terbaik menurut saya adalah tidak perlu memperpanjang kontraknya, paling marah sebentar, nanti juga baik lagi, menurut saya Indonesia lebih besar dari Amerika hanya sayang pemimpinnya kurang bisa melihat dan memahaminya

    Posted by syahrulbayuadi | 18 Januari 2016, 12:12 pm
    • Anda ingat Timor-Timur dengan kekayaan Minyak di Selat Timor gak..?? siapa yg menguasai sekarang..?? Australia+Timor Leste… dan bangsa kita gak dapat apa2 lagi sekarang… Itu juga yg akan terjadi jika Amerika marah… mereka akan buat gonjang-ganjing di Papua yg minim SDM…. setelah lepas…. akan ada perjanjian baru Freeport + Papua tanpa perlu pake Indonesia lagi…. gimana kalau ini terjadi..?? anda punya solusi..??

      Posted by Endy-Nanang Irwanto | 20 Januari 2016, 1:19 am
    • cukup berdasar. kalau yang tau perkembangan geopolitik papua pasti paham apa yang dimaksud bung Syahrul. dan dalam tulisan ini Pak Dahlan dengan objektif juga memiliki pandangan yang holistik bahwa ini bukan cuman sekedar berani-beranian, atau tidak taku-tidak takutan tapi soal apa dan siap yang menjadi lawan kita (kalau mau itu disebut itu lawan) yang pasti TNI dan POLRI harus lebih diperkuat baik dalam sisi kualitas manusianya maupun kualitas dan kuantitas ALUTSISTAnya, karena tidak mungkin 13 pesawat tempur menang melawan 9000 pesawat lawan, nasionalisme masyarkat Indo juga harus ditingkatkan. dan saya rasa dengan model pemerintahan yang sekarang semua orang Indonesia yang baik dan berkualitas harusnya bisa berbuat lebih untuk bangsa ini. pak Dahlan saya juga tunggu tulisan pak Dahlan untuk pemerintahan saat ini, dan satu pertanyaan kenapa pak Dahlan tidak mau menjadi salah satu pejabat dalam kabinet sekarang, dengar kabar burung kalau Bpk sempat ditawari.

      Posted by Rony | 5 April 2016, 12:13 pm
  6. Kalau yg nulis Pak Dahlan semua koq jadi jelas permasalahannya …

    Posted by wonokairun | 18 Januari 2016, 2:27 pm
  7. Pilihan yang sulit

    Posted by Adi Setiadi | 18 Januari 2016, 2:37 pm
  8. Yang perlu dipikirkan pemerintah jika tidak meneruskan kontrak freeport ya persiapannya itu…belum lagi mafianya hehe..btw pak soeharto “dinaikkan”, sedikit menggelitik dari tulisan pak Dahlan hari ini..

    Posted by Ridho | 18 Januari 2016, 9:59 pm
    • Menurut UUD jika presiden dan wakil berhalangan yg menggantikan menteri dlm negeri..menhan..pangab dan menlu…posisi jend harto adalah pangkostrad..masib jauh dr herarki utk jd presiden..makanya perlu sidang. Istimewa MPR utk “menaikkan”…hehehe…

      Posted by Ipin | 23 Januari 2016, 6:33 pm
  9. Apalah kami, hanya menonton.

    Posted by rizzaumami | 18 Januari 2016, 10:46 pm
  10. Jadi di lema banget tp semoga bangsa ini jadi lebih baik apapun pilihan nya

    Posted by cumilebay.com | 19 Januari 2016, 5:58 am
  11. complicted problem jadinya, apalagi dengan hiruk pikuknya negara kita terkait freeport,

    Posted by kaltim lowongan | 19 Januari 2016, 7:21 am
  12. sebaiknya freeport tidak diperpanjang lagi apapun resikonya, sebab putra/putri anak negri ini sdh banyak yg punya kemampuan utk mengelola tambang dan agar tdk jd sumber polemik dimasyarakat, Pak DI sendiri mungkin mampu utk mengurus freport.salam.

    Posted by toga | 19 Januari 2016, 9:44 am
    • Anda ingat Timor-Timur dengan kekayaan Minyak di Selat Timor gak..?? siapa yg menguasai sekarang..?? Australia+Timor Leste… dan bangsa kita gak dapat apa2 lagi sekarang… Itu juga yg akan terjadi jika Amerika marah… mereka akan buat gonjang-ganjing di Papua yg minim SDM…. setelah lepas…. akan ada perjanjian baru Freeport + Papua tanpa perlu pake Indonesia lagi…. gimana kalau ini terjadi..?? anda punya solusi..??

      Posted by Endy-Nanang Irwanto | 20 Januari 2016, 1:21 am
    • uangnya darimana?
      anda tidak tahu untuk mengelola sebuahh tambang yang cukup besar seperti FI itu berapa?
      dengan indonesia yang cuma negara berkembang tidak akan mampu..

      Posted by Fajar Rohmala | 21 Januari 2016, 6:56 am
    • optyimisi saja klu seiring berjalannya waktu akan menjadi bisa purta/i Indonesia dlm mengelola FI. klu tdk di berikan kesempatan kpd masyarakat langsung yg kelola, kpn kita bisa. mungkin ini membutuhkan waktu yg lumayan lama. tp setidaknya kita sdh ambil star awal dlm mandiri mengelola hasil alam kita sendiri tanpa pihak asing.

      Posted by joobasyir | 21 Januari 2016, 7:46 am
  13. sebaiknya hentikan! sebab, mereka meimbun limbah beracun di aliran sungai, hutan rusak, hukum dilanggar, kemiskinan berlangsung, pejabat disuap, dan banyak lagi! apa untungnya untuk Indonesia, tak ada?
    sejak adanya mesin pengeruk itu menyuap para pejabat yg kerdil nasionalismenya….
    jika dihitung untung dan ruginya, lebih banyak kerugian dan kerusakannya…
    intinga presiden mau menghentikan / tidak?!

    Posted by luaydpk | 19 Januari 2016, 11:48 am
  14. Buah simakama. . diteruskan kontrak nya dicap neo kolonialisme atau semacamnya, dikelola sendiri tidak punya duit. Suruh saja bapak yang berkoar dollar jadi 2ribu rupiah kalau FP kita mabil alih.

    Posted by Iskandar Harun | 19 Januari 2016, 12:58 pm
  15. ternyata seperti ini . . . wolak walik ing jaman

    Posted by sasukesuyono | 19 Januari 2016, 1:05 pm
  16. Salam Pak Dahlan,

    Angka produksi minyak dunia adalah sekitar 95 juta barrel per hari. Pada tulisan diatas, angka produksi minyak Plains yang disebutkan seperti dibawah ini perlu dikoreksi Pak.

    Harga mahal itu diterjang karena Plains memiliki produksi minyak mentah hampir 300 juta barel per hari. Bahkan, potensi produksinya bisa lebih dari 2 miliar barel per hari.

    Posted by Abu Abdurrahman | 19 Januari 2016, 2:07 pm
  17. Klo freeport di ambil oleh Indonesia, Plans Company otomatis jadi milik indonesia juga apa tidak Pak Dahlan? klo jadi milik Indonesia juga kan lumayan buat mengolah minyak mentah milik pertamina. Antara pertamina dan tambang emas, jadi bisa subsidi silang

    Posted by Fadil | 19 Januari 2016, 2:45 pm
  18. lebih baik diambil alih Indonesia dan semoga anak cucu kita menuai hasil dari tambang emas.

    Posted by etnikcantik | 19 Januari 2016, 3:01 pm
  19. Reblogged this on mydamayanti and commented:
    woooh….begini rupanya

    Posted by mydamayanti | 19 Januari 2016, 4:08 pm
  20. masalah pelik … dihadapi oleh pemerintahan yang nggak punya pengharapan.
    1 tahun bicara masalah pemilihan team work aja belum selesai.
    Apa yang diharapkan dari lu hai eksekutif ?
    Legislatif modelnya kaya Fahri Hamzah semua !
    Saatnya memikirkan pemimpin yang faham tentang kondisi indonesia sebenarnya …
    mulai dari sekarang ….

    Posted by zauhar arifin | 19 Januari 2016, 5:58 pm
  21. Sudut pandang yang mencerahkan… jernih dan kaya.

    Posted by Ira Guslina | 19 Januari 2016, 10:26 pm
  22. jadi adem, gak perlu ngotot, emang kita bangsa yang setengah setengah antara mampu dan tidak mampu,,,,

    Posted by Sunandar | 20 Januari 2016, 8:01 am
  23. Lebih baik tetap menjadi Harta Qarun di tanah Papua dan akan menjadi Warisan kita untuk anak bangsa setelahnya sampai kita mampu BERDIKARI, daripada dijadikan ladang pesta pora amerika dan sedikit dari orang indonesia yang berkuasa. Selamatkan SDA Indonesia.

    Posted by HERU | 20 Januari 2016, 8:57 am
  24. Bagaimanapun kita harus mengambil keputusan, selamatkan SDA Indonesia. Selamatkan aset nasional kita.

    Posted by Zamhuri | 20 Januari 2016, 9:35 am
  25. ..harus berani ambil keputusan..

    Posted by jim west (@IrtOnom) | 20 Januari 2016, 10:39 am
  26. Dana 20T untuk beli saham dialihkan untuk persiapan pengambil-alihan tambah tambang alias kontrak tidak diperpanjang lagi

    Posted by bowo | 20 Januari 2016, 1:21 pm
  27. Terima kasih Pak DI, pembahasan yang sederhana namun begitu lugas dan terang benderang.
    Dari dulu sejak mulai Bapak menjabat Dirut PLN sampai dipercaya menjadi Menteri BUMN saya bangga dengan Bapak.

    Posted by @moeloeck | 20 Januari 2016, 2:58 pm
  28. Tulisan yang mencerahkan….

    Posted by HowMoneyIndonesia | 20 Januari 2016, 3:34 pm
  29. NUMPANG PROMOSI BOS
    =====================
    DAFTAR AGEN PULSA
    https://rimbascellular2016.wordpress.com/

    Posted by Rcell | 21 Januari 2016, 2:33 am
  30. Koreksi saya jika salah…
    Keberulan saya beekrja di pertmabangan sudah lbh dr 10 thn, cadangan emas maupun tembaga di Kuasa Pertambangan PTFI tidak hanya di bawah tanaha, ijin perluasan konsesi baru yg sudah disetujui pemerintah RI, di konsesi baru tersebut cadangannya bisa diambil dengan open pit terlebih dahulu baru underground mining…

    Posted by ibach77 | 21 Januari 2016, 1:14 pm
  31. GAK ADA FREEPORT LEBIH BAGUS

    Posted by DJOKO SAWOLO | 21 Januari 2016, 2:44 pm
  32. Ijin share ya pak..

    Posted by liapane | 22 Januari 2016, 2:52 pm
  33. gak sulit kalau uangnya banyak hihihihi

    Posted by dewitya | 22 Januari 2016, 3:14 pm
  34. Izin share ya pak..

    Posted by liapane | 22 Januari 2016, 4:03 pm
  35. Izin share ya Pak.

    Posted by Rose | 23 Januari 2016, 4:40 pm
  36. Apa tidak ada tahap tawar menawar?

    Posted by Perot | 23 Januari 2016, 7:31 pm
  37. ini data dari mana “”Plains memiliki produksi minyak mentah hampir 300 juta barel per hari””. negara saudi aja produksi cuma 10 juta barrel per hari. Mohon di cek dulu sebelum menulis analisa.karena data saja sudah salah

    Posted by candra | 25 Januari 2016, 11:28 am
  38. Ijin share ya pak

    Posted by Tanda Pagar | 27 Januari 2016, 3:02 pm

Tinggalkan Balasan ke zauhar arifin Batalkan balasan