>>
Anda sedang membaca ...
Catatan Dahlan Iskan, Manufacturing Hope

Semangat Tebu Preman dan Bibir Terkatup

Senin, 21 Juli 2014
Manufacturing Hope 137

Waktu saya duduk-duduk santai di bawah pohon besar bersama seluruh karyawan inti di halaman Pabrik Gula (PG) Kwala Madu, Langkat, Sumatera Utara, Jumat sore lalu, tiba-tiba angin sangat kencang menerjang kawasan itu. Debu, pasir, dan dedaunan kering ikut menimpa kami. Sebagian debu masuk hidung, mata, dan mulut yang lagi terbuka.

Omong-omong serius menjelang malam ke-21 bulan puasa sore itu terhenti seketika. Masing-masing sibuk mengucek mata, membersihkan rambut, dan meludah dari mulut yang kering. “Ini memang lagi musim angin. Angin bahorok,” ujar GM PG Kwala Madu sambil gaber-gaber. Setelah angin reda, omong-omong diteruskan. Sambil waswas akan datangnya bahorok berikutnya.

Angin kencang seperti itu langsung menjadi topik “tadarus Ramadan” yang hangat di bawah pohon sore itu. Juga tentang panjangnya musim hujan di situ. Sebuah tantangan berat yang harus diatasi. Sulit sekali menanam tebu di iklim seperti itu. PG Kwala Madu selalu sulit mengejar prestasi pabrik-pabrik gula di Jawa.

“Tanahnya memang tidak cocok untuk tebu,” ujar Dirut PTPN II Bhatara Moeda Nasution yang mendampingi saya. Karena itu, Belanda dulu hanya mau bikin pabrik gula di Jawa.

“Tanaman tebu memerlukan iklim yang teratur. Perlu batas yang tegas antara musim hujan dan musim kemarau dan harus ada waktu yang nyaris tanpa hujan sama sekali selama empat bulan terus-menerus,” ujar Dr Aris Toharisman saat saya telepon dari bawah pohon di Langkat itu. Dr Aris adalah direktur Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Pasuruan, Jawa Timur.

Tapi, pabrik gula ini sudah telanjur ada. Kapasitasnya terlalu besar untuk ditutup: 4.000 tcd (ton tebu per hari). Waktu itu pemerintah Orde Baru memang berambisi untuk swasembada gula. Banyak pabrik baru didirikan. Di Sulsel 3 pabrik, di Sumut 2, dan di Kalsel 1. Yang di Sulsel didirikan di Takalar, Bone, dan Camming. Ketika tiga pabrik ini mengalami kesulitan yang panjang, orang menyebutnya terkena TBC, sesuai dengan huruf pertama nama tiga lokasi itu.

Alhamdulillah, sejak tahun lalu yang dua pabrik (TB) sudah membaik, tinggal yang C yang masih batuk-batuk. Ini karena lahan tebunya tidak cukup lagi lantaran diduduki masyarakat di awal reformasi dulu.
Tentang satu pabrik yang di Kalsel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, sudah wafat. Pabriknya sudah jadi besi tua dan di atas kuburannya kini ditanam sawit. Sudah tidak bisa dihidupkan. Mayatnya pun di dalam kuburnya sudah tinggal tulang-belulang.

Sedangkan dua yang di Sumut, ya itu tadi. Jadi sumber kerugian besar yang berkepanjangan. Tapi, saya bertekad untuk tidak menutupnya. Terutama yang di Kwala Madu. Tahun lalu perbaikan manajemen sudah mulai menunjukkan hasil. Untuk pertama kali dalam 20 tahun terakhir bisa mencapai rendemen 7. Tapi, untuk lebih dari itu, harus dicari jenis tebu yang cocok.

Saya masih yakin ilmu pengetahuan yang kini sudah begitu majunya akan bisa mengatasinya. Tantangannya memang sangat besar dan banyak, tapi justru di situlah asyiknya. Ilmu pengetahuan, disiplin tinggi, dan kerja keras harus jadi solusi.

Tahun lalu saya sudah meningkatkan anggaran penelitian tebu menjadi Rp 5 miliar dari sebelumnya, selama bertahun-tahun, hanya Rp 1 miliar. Tahun ini saya minta ditingkatkan lagi menjadi Rp 10 miliar. Ahlinya cukup memadai. Ada lima doktor di situ. Di bawah Dr Aris yang selalu lulus cum laude di tiga jenjang pendidikan tingginya. S1-nya IPB jurusan tanah; S2-nya di NSW, Australia, bidang bioteknologi; dan S3-nya di Ulm, Jerman, di bidang teknologi pangan.

Putra kelahiran Kuningan tahun 1966 ini memang baru saya terjunkan memimpin tim riset ini 2012 lalu. Intinya: harus ditemukan bibit tebu jenis “preman Medan”. Jangan sekali-kali menanam tebu biasa. Jenis tebunya harus yang sekaligus tahan atas semua persoalan yang panjang ini: tahan angin (batang harus kaku), tahan hujan, tahan hama penggerek batang raksasa, tahan hama penggerek batang garis-garis, tahan penyakit daun hangus, penyakit busuk batang, penyakit pembuluh luka api, dan banyak lagi.

Tidak ada penyakit tebu yang lebih banyak daripada di Medan ini. Mengatasinya pun amat sulit. Ibarat komplikasi penyakit, obatnya harus saling bertentangan. Ini ibarat sakit gula komplikasi dengan liver. Yang satu jangan minum gula, yang satu lagi perlu banyak gula.

Tapi, sekali lagi saya masih yakin ilmu pengetahuan bisa mencarikan jalan keluar. Dr Aris sudah punya kesimpulan. “Tebunya harus dari jenis tebu liar,” katanya. Yakni perkawinan antara tebu yang baik dan rumput liar sejenis gelagah. Varietas itu sudah dilahirkan di laboratorium P3GI dengan kombinasi lebih dari 20 jenis. Semuanya lagi diuji coba di Kwala Madu.

Mana di antara 20 kombinasi itu yang cocok ditanam di Medan baru akan diketahui dua bulan lagi. Kini tanaman uji coba itu baru berumur empat bulan. Kesimpulan baru bisa dibuat setelah tanaman berumur enam bulan. Semoga berkah Lailatul Qadar bisa sampai ke tanaman tebu.

Jumat-Sabtu-Minggu kemarin saya memang ke Medan, Pangkalan Susu, Langkat, Jember, Lumajang, dan Surabaya. PLTU Pangkalan Susu yang sangat besar itu, baik ukurannya (2 x 200 mw), lebih-lebih persoalannya, alhamdulillah sudah memasuki tahap uji coba. Saat saya berkunjung ke situ, turbin unit 2 sedang diuji. Beberapa jam kemudian saya mendapat laporan, turbinnya sudah berhasil diputar maksimal: 3.000 rpm. Ada harapan besar krisis listrik di Medan berakhir di 100 hari terakhir kabinet Presiden SBY.

Hari itu, setelah Jumatan di Masjid Tuan Guru Basilam, ke PG Kwala Madu, dan ke Pesantren Syekh Marbun Medan, saya langsung ke Surabaya, Jember, dan Lumajang. Di Surabaya tahun ini PT SIER (Persero) kembali menjadi tuan rumah khataman Alquran oleh 1.500 hufaz (orang-orang yang hafal Alquran 30 juz).

Di Jember saya ke PG Semboro. Pabrik gula ini tidak hanya berhasil bangkit, tapi juga bisa menghasilkan kristal terbaik. Lalu syukuran di Pesantren Bustanil Ilmu Al Gozali yang berambisi menjadi “Pondok Gontor di Timur”.

Setelah Duhuran di rumah Rais Syuriah NU Jember KH Muhyiddin Abdusshomad, saya ke Lumajang untuk meninjau PG Jatiroto. Di sinilah saya harus menjawab pertanyaan sulit para petani tebu: mengapa di saat petani lagi sangat bergairah, kok gula rafinasi impor membanjiri pasar secara masif”

Saya tertegun menghadapi pertanyaan itu. Lama saya terdiam. Tidak ada kekuatan di bibir saya untuk membuka mulut. (*)

Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Diskusi

42 respons untuk ‘Semangat Tebu Preman dan Bibir Terkatup

  1. Pertamax … semoga Pak Dahlan Iskan sampai kapanpun tetap mengisi “kultum” Manufacturing Hope yang mengispirasi masyarakat Indonesia untuk tetap optimis ……….. Semangat…

    Posted by Bromo | 21 Juli 2014, 6:19 am
  2. maju terus pak dahlan..

    Posted by Romi Radjalangu | 21 Juli 2014, 6:51 am
  3. Saya yakin tidak ada persoalan yang tidak ada penyelesaiaannya…..termasuk untuk pertanyaan para petani tebu tersebut. Babat saja yang impor, tidak perlu tangan Bapak, cukup tangan pak SBY saja.

    Posted by Yus | 21 Juli 2014, 7:08 am
  4. Setelah Duhuran di rumah Rais Syuriah NU Jember KH Muhyiddin Abdusshomad, saya ke Lumajang untuk meninjau PG Jatiroto. Di sinilah saya harus menjawab pertanyaan sulit para petani tebu: mengapa di saat petani lagi sangat bergairah, kok gula rafinasi impor membanjiri pasar secara masif”

    Saya tertegun menghadapi pertanyaan itu. Lama saya terdiam. Tidak ada kekuatan di bibir saya untuk membuka mulut.

    Berarti selama ini Abah kalau ada kesulitan ga pernah “sambat” sama SBY ya diselesaikan sendiri dengan koordinasi sana sini sementara kalau kewenangan sendiri langsung eksekusi. Anak buah yang baik ketemu atasan yang . . . . . .

    Posted by Nur Muhis | 21 Juli 2014, 7:14 am
    • baik (menurut orang sekitarnya :))

      Versi seharusnya:
      Saya tertegun menghadapi pertanyaan itu. Lama saya terdiam. Tidak ada kekuatan di bibir saya untuk membuka mulut. (bersambung),

      Posted by Apa Saja | 21 Juli 2014, 7:20 am
  5. mudah2-an tertutupnya mulut Abah dapat diselesaikan dengan terbukanya mulut pak SBY.amin

    Posted by Heiruddin | 21 Juli 2014, 7:18 am
  6. Setuju Pak Dahlan untuk meningkatkan dana penelitian yang selama ini terabaikan.Kebijakan gula seharusnya tidak terpisan antara gula rafinasi dan pula putih

    Posted by suroso | 21 Juli 2014, 7:21 am
  7. seolah olah pak dahlan dibungkam untuk tidak bicara…….
    seolah olah kalau pak dahlan bersuara nanti dianggap over acting…
    begitu;ah hebatnya para pedangang yang tidak mau ribet

    Posted by shayun | 21 Juli 2014, 7:35 am
  8. Gula rafinasi, pertempuran importir pemburu rente dan pabrik gula di Indonesia.
    Masalah dari tahun ke tahun selalu yang itu-itu lagi. Hitung-hitungan dari Kemendag, bagaimana ya?
    Distribusi gula rafinasi sulit diawasi, pasti sangat banyak yang dijual ke pedagang dan akhirnya ke konsumen rumah tangga.

    Posted by Saepul Iman | 21 Juli 2014, 7:45 am
  9. Ilmu pengetahuan, disiplin tinggi, dan kerja keras harus jadi solusi.
    Mantap. Tetap semangat Indonesia!

    Posted by msodik | 21 Juli 2014, 7:48 am
  10. Sekali lagi terbukti, bahwa Abah mampu menyelesaikan permasalahan-2 yg ada, tentu dibantu oleh tim yg solid dan sesama pekerja keras. Dan setelah itu akan muncul masalah-2 yg lain, karena begitulah sunnatullah. Yg namanya masalah memang gak akan pernah habis. Yg diperlukan adl orang-2 yg tidak patah semangat dan mudah menyerah menghadapi semua permasalahan itu, bahkan mampu membuat terobosan-2 untuk menyelesaikan masalah.

    Mudah-2an sepak terjang Abah masih diberikan waktu oleh Allah untuk mengisi kehidupan bernegara Indonesia…., amiin yra.

    Posted by HWAHYU | 21 Juli 2014, 8:05 am
  11. Andaikan kemarin abah bs maju capres dan jadi, tentunya akn punya kekuatan utk membuka mulut dan membuat banjir rafinasi tidak terjadi lg, skrg hny bs berharap smg yg jd RI1, akn memberi Abah wewenang yg lbh luas shg banjir rafinasi tdk terulang lg.

    Posted by mnoer | 21 Juli 2014, 8:46 am
  12. Moga tetep jadi Menteri BUMN sampai BUMN mampu berdiri sendiri..

    Posted by Amalia | 21 Juli 2014, 8:48 am
  13. saya juga setuju 1000000000 persen kalo pak dahlan iskan mudah2an tetap jadi menteri BUMN..cayo..cayooooo…

    Posted by Ahmad Fajarisma | 21 Juli 2014, 9:01 am
    • Siapapun presidennya bagi-bagi kekuasaan tidak terhindarkan dlm sistem kita saat ini. Kecuali pak Dahlan tanam ‘saham’ dipemenangan capres 😉

      Posted by cukupaja | 22 Juli 2014, 8:38 pm
  14. tumben endingnya koq melempem abah?

    Posted by dian | 21 Juli 2014, 11:07 am
  15. Import gula sejak dulu selalu saat petani tebu kita panen yang akibatnya di pasar banjir gula import yang harganya lebih murah dari gula dalam negeri. Akibat dari itu petani merugi gula tidak laku, hasil panen tidak cukup untuk membayar ongkos produksi. Begitu pula impor beras apalagi daging (ini jatah kementerian tertentu dan Menterinya dari partai tertentu).

    Memang harus mengubah kebijakan yaitu memberdayakan petani dalam negeri termasuk menata kembali kepemilikan lahan-2 pertanian untuk petani, agar tidak merugi dan bisa hidup layak dapat menyekolahkan anak-2 mereka hingga dapat mandiri dan kreatif menciptakan pekerjaan atau menjadi ahli-2 yang dibutuhkan oleh negeri ini di segala bidang.

    Jangan lagi korbankan petani dengan cara import atas nama pemenuhan kebutuhan pangan NASIONAL. Kebohongan terhadap publik seperti itu sudah saatnya untuk diakhiri. Rakyat sudah muak….

    BRAVO
    Ari S.

    Posted by Ari Sunarijati | 21 Juli 2014, 12:34 pm
  16. Sabar abah, insya Allah secepatnya akan dijawab oleh Allah SWT dengan terpilihnya figur yg pro rakyat..bukan kubu importir

    Posted by agusteub | 21 Juli 2014, 2:57 pm
  17. apalagi kl presiden nya jkw, kasihan indo.esia

    Posted by ed | 21 Juli 2014, 3:41 pm
  18. Ayo pak CT, buktikan…. Kl dibawah naungan anda Kemendagri mampu mengimbangi investasi penelitian2 yang dilakukan abah…. Kasian abah, jarang MH di akhiri dengan kata2 pesimis

    Posted by relawandemiindonesia | 21 Juli 2014, 8:47 pm
  19. Pak Dahlan, terus terang saya pesimis, masalah listrik Sumut sdh berlangsung jauh sblm Bapak jadi Dirut PLN, dan sampai dengan Bapak MBUMN pun tak terselesaikan. Apabila PLTU Pangkalansusu yang bakal aktif menjadi indikator keberhasilan kabinet SBY saya rasa upaya ini ibarat obat penghilang rasa sakit. Karena PLTU tsb blm 100% memenuhi defisit listrik di Sumut, takkan lama lagi Sumut akan kembali Blackout. Alhasil Presiden silih berganti tp masalah yg dihadapi hanya itu2 saja. Saya rasa kelemahan pemerintah ada di tahap perencanaan, atau terlalu pelit untuk belanja infrastruktur. Lucu rasanya apabila pemerintah mempersoalkan untung rugi suatu proyek infrastruktur sbg pertimbangan pelaksanaan, bukankah tugas pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya? Hanya keledai yang mau terperosok di lubang yang sama.

    Posted by Affan | 21 Juli 2014, 10:22 pm
    • Rasanya banyak borok sebenarnya tetang pembangkit2 dan jaringan distribusi Sumut yang tdk terungkap/diungkapkan. Terlalu banyak permainan yg ‘petinggi2’ disana maupun di Jakarta yg melibatkan semua unsur (Penguasa – penegak hukum – legislatif), saling sandera yg ujungnya mengakibatkan kerugian bagi rakyat biasa.

      Posted by cukupaja | 22 Juli 2014, 8:35 pm
  20. Semakin hari semakin sedikit yg komen… kmn par dahlanis sejati semuanya…???

    Posted by gusdurian | 22 Juli 2014, 9:40 am
  21. semakin mendekati akhir jabatan, semakin banyak kerjaan yang harus di selesaikan,alhamdulilah kerja kerja kerja. siapapun presidennya harus tetap bekerja dan mengabdi kepada bangsa.
    persoalan bangsa ini tidak akan selesai kalau hanya berkomentar pesimis, mencaci dan memaki.

    Posted by lintang rudi | 22 Juli 2014, 9:36 pm
  22. nggak cuma gula impor yg sering mencemaskan para petani.stop juga bawang,beras,garam impor

    Posted by ahmad | 23 Juli 2014, 10:19 pm
  23. Ada yang tahu gak, polling ini bener atau tidak.
    Kalau memang benar, silahkan dipilih Prof. Dr. (H.C.) Dahlan Iskan sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
    Semoga berjaya, amiin.

    https://docs.google.com/forms/d/14sBGBHq82F2ST6b0I8MzQ0db6gXYxygEkO2Xh1iG8G0/viewform

    Posted by HWAHYU | 25 Juli 2014, 9:03 am
  24. Tak perlu berharap pak DI jadi bagian dari kabinet.. Semoga saja.
    Biar semua tau bisa apa RI1 RI2 yg akan dilantik nanti.

    Posted by hanya membaca | 30 Juli 2014, 11:38 pm
  25. Dengan hormat,

    Abah Dahlan Yang saya hormati , terharu saya membaca kalimat terakhir dari abah tentang gula rafinasi, namun demikian ada satu permasalahan yang menggelayut di benak saya ketika lebaran tahun ini saya pulang kampung , mendenganr keluh kesah pekerja pabrik gula PTPN X yang kebetulan ada di dekat rumah saya di kediri , ribuan karyawan “kampanye” di pensiun dini secara masal dan di ubah statusnya menjadi PWT (Pegawai waktu tertentu) yang hal ini berakibat kepada turunya pendapatan mereka hingga “separuh pendapatan awalnya” sebagai karyawan “kampanye”, sekedar memberi gambaran karyawan kampanye adalah karyawan kontrak yang telah bekerja puluhan tahun menjadi tulang punggung pabrik gula (Bagian gilingan ,prosesing /tukang tukang masak gula ,filtering dll) bukan sejenis outsourcing atau PWT dengan hak tunjangan gaji golongan sama seperti PWTT namun hanya berlaku ketika musim giling saja, entah dari mana sistem ini di anut oleh pabrik gula pemerintah ini.sebagai anak karyawan pabrik gula dan besar di lingkungan pabrik gula saya merasa ada yang kurang tepat dengan keputusan pabrik gula tersebut, mungkin boleh jadi hal tersebut dilakukan untuk pembenahan struktur organisasi perusahaan , namun demikian pemotongan gaji hingga setengah dari pendapatan sebelumnya adalah pukulan yang amat telak bagi karyawan kampanye, yang telah mengabdikan dirinya puluhan tahun di pabrik gula yang mereka cintai ,serta manggantungkan masa depan diri dan keluargany, Entah apa yang akan akan terjadi dengan anak anak mereka , akankah masih berani menatap masa depan, karena tanpa di potong pun, pendapatan buruh pabrik gula berstatus “kampanye” sudah sangat minim apalagi mereka hanya akan mendapat upah apabila musim giling saja yang notabene rata-rata 7 bulan belum lagi dengan kenaikan kebutuhan pokok yang juga luarbiasa ,sungguh saya membayangkan , tingkat stress dan demotivasi dari karyawan kampanye yang luarbiasa, Abah dahlan yang saya hormati sebagai seorang anak yang tinggal di lingkungan pabrik gula dan sebagai anak buruh pabrik gula saya merasakan betul betap beratnya hidup para buruh pabrik gula yang tak semanis produknya itu, terlebih lagi abah Dahlan yang Saya hormati perubahan status dari karyawan “kampanye” ke “PWT” yang berakibat pemotongan gajih karyawan “kampanye” hingga tinggal setengahnya ini dilakukan saat Pabrik Gula Ini dalam kondisi UNTUNG tidak sedang merugi.Abah dahlan yang saya hormati di akhir periode pemerintahan SBY ini sudilah kiranya abah meninjau kebijakan dari pabrik gula yang merubah status karyawan dari kampanye ke PWT, bukankah dzolim bila memotong hak seseorang yg bekerja sangat baik hingga perusahaan UNTUNG ?

    Demikian Abah semoga abah sempat membaca tulisan saya ini

    Dari anak Karyawan “Kampanye” yg seluruh hidupnya dia abdikan kepada Pabrik Gula hingga mencetak anak anaknya menjadi sarjana.

    A. Setiawan

    Posted by A.Setiawan | 5 Agustus 2014, 3:25 pm
  26. semoga pak dis menjabat lagi dikabinet mendatang

    Posted by kursi rotan | 6 Agustus 2014, 6:56 pm
  27. mantap pak dis

    Posted by rekonsiliasi bank | 6 Agustus 2014, 6:58 pm
  28. Subhanallah tetap ikhtiar pak membantu Indonesia

    Posted by idrusalam | 29 Agustus 2014, 7:10 am
  29. Saya petani tebu dari jawa timur pak..kondisi petani tebu sekarang sudah sekarat, dimana cost untuk tebang dan perawatan naik tidak dibarengi dengan harga gula yang membaik..yang saya sangat sayangkan kenapa disaat musim tebang berlangsung gula rafinasi kok mau masuk lagi?? Katanya untuk menyetabilkan harga, apanya yang mau distabilkan?? Apa pemerintah masih belum puas untuk menghancurkan petani?setelah membaca curahan hati dari njenengan, nampaknya hanya allah yang bisa membantu nasib petani tebu saat ini…kita sudah tidak tahu lagi harus kemana untuk berkeluh kesah pak..

    Posted by indra putra | 15 September 2014, 11:15 pm

Tinggalkan komentar